BeritaBisnisEkonomiEnergiNasionalOtomotifUmum

Luhut Bicara 3 Komoditas Primadona Bawa RI ke Industrialisasi

BIMATA.ID, Jakarta– Indonesia kini semakin gencar melakukan hilirisasi pertambangan, tak hanya batu bara, namun juga mineral. Bahkan, tiga komoditas tambang RI disebut akan menjadi primadona di masa depan dan akan membawa negeri ini ke era industrialisasi. Hal tersebut diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Luhut mengatakan, tiga komoditas tambang yang akan membawa Indonesia ke era industrialisasi antara lain nikel, tembaga, dan bauksit.

“Nikel, tembaga, dan bauksit, akan membawa Indonesia ke era industrialisasi yang betul-betul dengan industrialisasi yang energi baru terbarukan, kita punya potensi pengembangan baterai lithium besar,” tuturnya.

Dia mengatakan, bila produk industri ini berbasiskan energi hijau, maka harga jualnya akan tinggi. Untuk itu, menurutnya pemerintah kini juga akan mendorong pembangunan pabrik baterai lithium dengan teknologi terkini.

“Kita harus bangga, jangan buruk sangka. Kita kan bodo amat dibilang jual ke China,” ujarnya.

Menurutnya, tren pemakaian baterai lithium ke depan akan semakin meningkat, terutama ketika kendaraan listrik semakin booming. Bila ini terjadi, maka menurutnya Indonesia memiliki peran bagus di industri rantai pasok baterai kendaraan listrik dunia.

“Permintaan EV battery akan meningkat, Indonesia akan memainkan peran bagus, kita harus kompak. Kalau pemangku kepentingan jangan bicara kalau nggak paham,” ujarnya.

Dia memaparkan, nikel secara umum dibagi ke dua jenis pemakaian yakni katoda baterai dan stainless steel. Saat ini masih 8% dari total penggunaan nikel untuk katoda baterai, tapi diperkirakan akan meningkat ke 30% pada 2030 seiring dengan peningkatan kendaraan listrik. Sementara penggunaan nikel untuk stainless steel kini mencapai 73%, tapi diprediksi akan turun ke 57% pada 2030 seiring dengan peningkatan porsi penggunaan katoda baterai.

Sementara tembaga umumnya dipakai untuk kabel karena sifat konduktornya. Penggunaan energi hijau akan meningkatkan kebutuhan tembaga karena penggunaan kabel di kendaraan listrik akan empat sampai lima kali lipat lebih banyak daripada kendaraan konvensional.

Adapun bauksit bisa diolah menjadi alumina dari smelter grade alumina dengan produk akhir bisa berupa kabel, pipa, alat rumah tangga, konstruksi, juga otomotif. Selain itu, ada juga pemrosesan bauksit melalui chemical grade alumina yang bisa digunakan untuk pemurnian air, kosmetika, hingga keramik.

“Kendaraan listrik membutuhkan mineral logam andalan Indonesia seperti nikel, tembaga, dan bauksit,” ujarnya.

“Nikel, tembaga, dan bauksit, akan membawa Indonesia ke era industrialisasi yang betul-betul dengan industrialisasi yang energi baru terbarukan, kita punya potensi pengembangan baterai lithium besar,” tuturnya.

Dia mengatakan, bila produk industri ini berbasiskan energi hijau, maka harga jualnya akan tinggi. Untuk itu, menurutnya pemerintah kini juga akan mendorong pembangunan pabrik baterai lithium dengan teknologi terkini.

“Kita harus bangga, jangan buruk sangka. Kita kan bodo amat dibilang jual ke China,” ujarnya.

Menurutnya, tren pemakaian baterai lithium ke depan akan semakin meningkat, terutama ketika kendaraan listrik semakin booming. Bila ini terjadi, maka menurutnya Indonesia memiliki peran bagus di industri rantai pasok baterai kendaraan listrik dunia.

“Permintaan EV battery akan meningkat, Indonesia akan memainkan peran bagus, kita harus kompak. Kalau pemangku kepentingan jangan bicara kalau nggak paham,” ujarnya.

Dia memaparkan, nikel secara umum dibagi ke dua jenis pemakaian yakni katoda baterai dan stainless steel. Saat ini masih 8% dari total penggunaan nikel untuk katoda baterai, tapi diperkirakan akan meningkat ke 30% pada 2030 seiring dengan peningkatan kendaraan listrik. Sementara penggunaan nikel untuk stainless steel kini mencapai 73%, tapi diprediksi akan turun ke 57% pada 2030 seiring dengan peningkatan porsi penggunaan katoda baterai.

Sementara tembaga umumnya dipakai untuk kabel karena sifat konduktornya. Penggunaan energi hijau akan meningkatkan kebutuhan tembaga karena penggunaan kabel di kendaraan listrik akan empat sampai lima kali lipat lebih banyak daripada kendaraan konvensional.

Adapun bauksit bisa diolah menjadi alumina dari smelter grade alumina dengan produk akhir bisa berupa kabel, pipa, alat rumah tangga, konstruksi, juga otomotif. Selain itu, ada juga pemrosesan bauksit melalui chemical grade alumina yang bisa digunakan untuk pemurnian air, kosmetika, hingga keramik.

“Kendaraan listrik membutuhkan mineral logam andalan Indonesia seperti nikel, tembaga, dan bauksit,” ujarnya.

 

(Bagus)

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close