BIMATA.ID, Jakarta — Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani melihat revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) diperlukan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis dan tanpa adanya kriminalisasi karena sejumlah pasal karet.
“Undang-Undang Tentang ITE pada praktisnya cukup dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat. Perlu segera disesuaikan ketika ada teknologi baru yang berkaitan dengan penyebaran informasi,” ujar Ahmad Muzani, Minggu (28/2/2021) dalam keterangan tertulisnya.
Ia menyebutkan dalam kondisi sekarang ini, UU ITE yang ada sudah bisa dibilang ketinggalan zaman dalam sebagian isinya. Sehingga apabila UU ITE direvisi, tentu tidak hanya berkaitan dengan kehidupan demokrasi namun juga berprespektif dalam rangka adaptasi dengan kemajuan teknologi informasi.
“Mengenai beberapa ‘pasal karet’ yang masih ada di UU ITE, kami setuju dengan pernyataan Presiden Jokowi untuk merevisi pasal-pasal tersebut. Sebab, kehidupan demokrasi kita telah terganggu karena pasal karet di UU ITE yang memakan banyak korban kriminalisasi dan mengancam kebebasan orang untuk berpendapat. Padahal kebebasan berpendapat adalah hak setiap WNI yang dijamin konstitusi,” ungkap Ahmad Muzani.
Lebih lanjut, Ahmad Muzani mengungkapkan revisi terhadap pasal-pasal itu harus mampu memperjelas segala aspek teknis supaya tidak ada kriminalisasi yang menyusahkan warga.
“Jadi, yang perlu dihapus dalam ‘pasal karet’ itu adalah ‘karet’nya, bukan ‘pasal’nya. Pasal-pasal tentang perbuatan asusila, pencemaran nama baik, ujaran kebencian (hate speech), SARA, dan lain-lain itu tetap perlu ada di UU ITE, tetapi definisinya yang perlu diperjelas dengan sejelas-jelasnya,” tegas Ahmad Muzani.
Partai Gerindra kata Ahmad Muzani pada prinsipnya menginginkan iklim demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa, demokrasi yang bertanggungjawab, demokrasi yang adil dan bijaksana.
“Kita tidak ingin demokrasi yang bablas, bebas memfitnah orang lain, bebas menghina, dan lain-lain. Tetapi kita juga tidak ingin kesalahan kecil seseorang kemudian dikriminalisasi dengan tidak adil dan tidak bijaksana,” tandas Amhad Muzani. [**]