BIMATA.ID, Jakarta- Pencarian mitra untuk bisnis baterai kendaraan listrik di Indonesia masih berlangsung. Terdapat tujuh perusahaan global yang tertarik masuk dalam proyek itu. Sebanyak tiga perusahaan berasal dari Tiongkok, yaitu Contemporary Amperex Technology Co. Ltd. (CATL), BYD Auto Co Ltd, dan Farasis Energy Inc. Lalu, dua dari Korea Selatan, yaitu LG Chem Ltd dan Samsung SDI. Ada pula perusahaan asal Jepang, Panasonic, serta Amerika Serikat, Tesla, yang tertarik bergabung.
Ketua Tim Percepatan Pengembangan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahjana Wirakusumah menyebut dari ketujuh perusahaan tersebut, ada dua perusahaan yang serius, yakni CATL dan LG Chem. Sedangkan Tesla masih melakukan penjajakan.
Para investor itu sangat memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola atau ESG. “Karena konsumen mobil listrik didomininasi negara majuyang sangat peduli terhadap lingkungan,” ujar Agus.
Konsep ESG itu, menurut dia, baru akan terlihat ketika perusahaan bergabung dengan konsorsium badan usaha milik negara bernama Indonesia Battery Corporation. Holding ini terdiri dari PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) alias MIND ID, PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), dan PT Aneka Tambang Tbk atau Antam. Perusahaan gabungan tersebut yang akan menerapkan kaidah ESG, termasuk di pertambangan nikelnya. Produk komoditas tambang ini merupakan bahan baku utama baterai dan Indonesia memiliki cadangan terbesar di dunia.
“Itu politik bisnis dunia. Mudah-mudahan nikel tidak seperti kelapa sawit kita,” ucapnya.
Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Jodi Mahardi mengatakan pemerintah sebenarnya mempunyai aturan praktis untuk investasi di Indonesia. Di dalamnya terdapat ketentuan lingkungan serta standarnya secara regional dan global. Pemerintah memprioritaskan investor yang mau memberikan nilai tambah dalam mengelola sumber daya mineral.
“Kami juga mengharapkan investor dapat mendidik tenaga kerja lokal,” kata dia.
(Bagus)