BIMATA.ID, Jakarta- Sektor pertanian harus mewaspadai cuaca ekstrem yang terjadi akhir-akhir ini. Sejumlah strategi akan dilakukan pemerintah agar produksi pertanian tetap terjaga.
Kementerian Pertanian (Kementan) sudah menyiapkan strategi untuk menghadapi cuaca atau iklim ekstrem tahun ini, yakni percepatan musim tanam dan menyamakan validasi cuaca dengan BMKG. Strategi tersebut sudah dirancang dan dijalankan sejak 2020.
“Selama ini, kita selalu masalah cuaca dan hama. Karena itu, kita lakukan mapping serta kerja sama dengan BMKG. Yang pasti kita terus bergerak cepat. Mudah mudahan ini bisa berjalan dengan baik dan bukan hanya beras yang terpenuhi, tapi komoditas lain selalu tersedia,” ujar Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Senin (25/1).
Keberhasilan Indonesia dalam menjaga ketersediaan pangan pada 2020 adalah modal utama dalam melakukan fokus kerja tahun ini. Karena itu, pendekatan kerja yang diambil harus berjalan efektif dan efisien.
“Pertanian di tahun 2021 itu sudah kita rancang pada tahun 2020, karena itu kita hanya perlu melakukan intervensi agar produksi tahun depan berjalan dengan lancar serta sesuai dengan harapan. Insya Allah cuaca bisa kita kendalikan,” kata Mentan SYL.
Tahun ini, beberapa OPT diperkirakan meningkat pada bulan Mei, Juni dan Juli. Yaitu tikus dan penggerek batang yang merupakan OPT yang identik dengan musim kemarau. Tetapi 3 OPT lainnya (WBC, BLAS, dan BLB) juga tetap harus diwaspadai.
“Peringatan FAO terhadap potensi kelangkaan pangan bukanlah karena faktor kekeringan (iklim). Tetapi lebih ke food supply chain yang terganggu. Ini tidak boleh terjadi di negeri ini,” tegas Mentan SYL.
Mentan SYL menjelaskan, ketersediaan beras hingga pertengahan 2021 dalam posisi aman, stok akhir Juni 2021 akan berada di level 9,50-10,50 juta ton. Stok sebanyak itu dari produksi Januari-Juni 2021 sebanyak 18,50 juta ton ditambah stok awal Januari 2021 sebesar 6-7 juta ton, sedangkan konsumsi Januari-Juni 2021 hanya 15 juta ton.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan, kementerian siap membantu menyediakan infrastruktur yang diperlukan bagi daerah-daerah terdampak kekeringan atau kebanjiran dengan menyediakan paket bantuan kepada petani.
“Pertama adalah pompanisasi dan pipanisasi. Bantuan tersebut digunakan untuk menarik air dari sumber-sumber yang ada, baik dari sungai maupun mata air. Pompa juga untuk menguras air yang menggenangi sawah akibat banjir,” ujar Sarwo Edhy.
Sarwo Edhy menyontohkan sejumlah daerah yang pernah dilakukan pipanisasi. Seperti di Indramayu, Cirebon, Brebes, dan Tegal saat musim kemarau lalu. Intinya, daerah-daerah yang terancam kekeringan atau kebanjiran akan dibantu dengan pompa dan pipa.
“Ini bisa menyelamatkan lahan sawah yang terancam gagal panen. Bila ada daerah lain juga membutuhkan, silakan ajukan permintaannya,” ungkap Sarwo Edhy.
Kedua, kementan juga bisa menyediakan pembangunan embung atau long storage. Program ini untuk kelompok tani guna menampung air di musim hujan (bank air) kemudian dialirkan ke sawah bila dibutuhkan. Ketiga, membangun sumur dangkal (sumur bor) di lahan-lahan yang mengalami kekeringan.
“Sumur bor ini dalamnya bisa mencapai 60 meter. Ini juga cukup membantu dalam mengatasi kekeringan,” ungkapnya.
Keempat, petani dihimbau untuk ikut program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Dengan asuransi ini, jika ada lahan padinya mengalami kekeringan hingga 70% akan dapat ganti rugi sebesar Rp6 juta per ha per musim.
“Sehingga petani tidak perlu lagi was-was mengalami gagal panen karena kekeringan. Karena dari klaim bisa jadi modal menanam kembali,” tambah Sarwo Edhy.
Kegiatan yang sudah dan sedang dilakukan antara lain, melakukan koordinasi dengan Balai Wilayah Sungai setempat untuk melakukan gilir-giring air, memprioritaskan pengalokasian air pada lahan yang sudah mengalami kekeringan.
“Kami juga berkoordinasi dengan Kementerian PUPR terkait percepatan perbaikan saluran irigasi utama yang mengalami kerusakan dan menggangu aliran air irigasi ke lahan sawah,” katanya.
Kementan juga mengidentifikasi sumber-sumber air yang masih dapat dimanfaatkan dan menyalurkannya dengan pompa pada lahan sawah yang masih terdapat standing crop.
“Juga mendorong percepatan pelaksanaan fisik kegiatan irigasi pertanian untuk segera dimanfaatkan dalam mengantisipasi kekeringan antara lain jaringan irigasi tersier, embung pertanian dan irigasi perpipaan dan perpompaan,” terang Sarwo Edhy.
(Bagus)