BeritaHeadlineHukum

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh: Hukum Kebiri Itu Tidak Boleh

BIMATA.ID, Aceh – Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur hukuman kebiri kimia untuk predator anak, pada 7 Desember 2020.

Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Provinsi Aceh pada tahun 2018 sudah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa hukum kebiri bagi manusia haram dan tidak boleh dilakukan.

“MPU Aceh sudah ada fatwa tentang kebiri, Fatwa MPU Aceh No. 2 Tahun 2018 tentang Hukum Kebiri Bagi Pelaku Prostitusi. Fatwa ini diputuskan sesudah kami kaji pemaparan para ahli, maka kami berkesimpulan bahwa kebiri itu tidak boleh,” ungkap Wakil Ketua MPU Provinsi Aceh, Teungku Faisal Ali atau lebih dikenal Lem Faisal, Senin (4/1/2021).

“Hukum kebiri bagi manusia pada dasarnya adalah haram,” demikian keputusan dalam fatwa MPU Provinsi Aceh.

Sebelum fatwa tersebut diputuskan, MPU Provinsi Aceh mendengarkan pendapat sejumlah ahli, seperti kedokteran. Dari kajian para ahli, hukum kebiri tidak memberikan efek jera dan tidak bisa menjadi pembelajaran.

“Kadang-kadang dengan kebiri itu dia akan melakukan aksi kejahatannya dengan cara-cara yang lebih dahsyat. Karena biologis (seksual) itu kan harus disalurkan, sewaktu tidak tersalurkan apa yang terjadi. Sebab, kebiri kimia itu bukan mematikan nafsu, hanya melemahkan zakar atau alat kelaminnya saja, tapi kemauan yang ada dalam hati dia itu semakin dahsyat,” tegas Lem Faisal.

MPU Provinsi Aceh menilai, masih banyak hukuman lain yang bisa ditempuh untuk membuat predator anak jera. Misal, penjara seumur hidup.

“Kita berpegang kepada fatwa yang sudah ada, (yang berlaku) bukan hanya untuk Aceh. Terkait Pemerintah yang tidak mau mengamalkan itu hak Pemerintah, tapi hak ulama mentabyinkan (menjelaskan) hukum. Menjelaskan produk hukum sudah kita lakukan,” kata Lem Faisal.

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close