Opini

Refocusing dan Realokasi : Dari APBN Untuk Belanja Pusat, Mungkinkah Hingga ke APBD?

Menilik Kemungkinan Pilihan Pemerintah Sebagai Upaya Menjaga Stabilitas Ekonomi Berjalan di Tahun 2021

Penulis : Munadi Marpa, Yayasan Bina Insan Bangsa

BIMATA.ID, Opini — Beberapa hari lalu, tulisan saya mengambil tema tentang refocusing belanja modal pemerintah pusat untuk penanganan pandemi covid-19. Kali ini memang tak akan jauh dari topik seputar keuangan negara. 

Ulasan mengenai keuangan memang hal yang menarik. Tak terkecuali membahas kondisi dompet yang rada sekarat, hahaha…. Just kidding. Sektor ekonomi memang mengalami keterpurukan yang tak kalah hebat dibandingkan aspek kesehatan di seluruh penjuru dunia selama pandemi covid-19 ini. 

Ekonomi Indonesia dalam Laporan Keuangan di akhir 2020 lalu, mengalami defisit APBN dengan nilai mencapai 956,3 Triliun. Angka yang besar itu tak cukup mengagetkan mengingat proses ekonomi di negara ini berjalan normal hanya pada Triwulan Pertama tahun lalu. 

Covid memang menyapa Indonesia pada bulan Maret 2020 lalu. Penanganan virus yang awalnya sempat dianggap sepele akhirnya menjadi kalang-kabut, hingga sektor ekonomi pun ikut ambruk.  

Pembatasan Sosial Berskala Besar yang dilakukan di beberapa kota besar bahkan berimbas pada hancurnya ekonomi mikro masyarakat. Arus ekonomi yang terhambat membuat Pemerintah ‘dengan terpaksa’ mengambil kebijakan relaksasi penerimaan dan sekaligus pemberian stimulan untuk masyarakat. 

Sebuah keputusan yang sudah pasti berdampak besar. Relaksasi penerimaan tentu akan berdampak pada berkurangnya income (pendapatan) bagi negara. Sementara grafik ekonomi Indonesia memang tidak sehat (bahkan sebelum pandemi covid-19) akibat imbas dari perang dagang. 

Pemberian stimulan melalui program bansos dengan tujuan membantu masyarakat terdampak ekonomi akibat corona pun dilakukan. Seiring dengan itu, tentu pemerintah berharap perputaran ekonomi di masyarakat sedikit bisa berjalan. 

Sayangnya, stimulan yang diharapkan mampu menjadi salah satu program tepat sasaran,  harus tercoreng akibat korupsi yang turut membuat pejabat menterinya ditangkap KPK. 

Memasuki 2021, Pemerintah tentu harus berpikir keras dan melangkah cepat untuk menangani masalah covid-19 ini. Pandemi makhluk micro ini, memang membuat repot. Program vaksinasi yang sementara dilakukan menjadi salah satu tumpuan solusi atas pandemi yang dilakukan pemerintah. Bahkan agar mampu diterima, vaksin digratiskan melalui subsidi dari re alokasi belanja  modal pemerintah pusat dalam APBN 2021. 

Nah, kelar untuk urusan biaya vaksin, saatnya bersiap untuk mengatasi keterpurukan kondisi ekonomi. (semoga program vaksinnya sukses yoo…)

Dari APBN mungkin ke APBD

Menjaga keseimbangan neraca belanja, bukan hal yang mudah bagi pemerintah saat ini. Defisit dengan angka hampir 1000 Triliun tersebut tentu membuat pemerintah dilema. Menutup selisih dari kekurangan penerimaan itu dengan rencana berhutang sebesar 1600 Triliun adalah salah satu opsi yang mungkin akan dilakukan oleh pemerintah. 

Namun, solusi ini tentu tidaklah serta-merta dengan mudah bisa dijalankan. Mengingat posisi utang negara saat ini, telah mencapai 6000 Triliun atau sekitar 3 kali lipat APBN berjalan. Sudah tentu akan memiliki dampak yang tidak mudah bagi berjalannya proses pemerintahan kedepan. 

Salah satu cara lain yang memungkinkan untuk menjaga stabilitas ekonomi akibat ‘kekurangan’ penerimaan tersebut adalah realokasi belanja pemerintah daerah. Opsi kali ini memang telah dilakukan dalam periode anggaran 2020. Fokus realokasinya adalah belanja penanganan covid yang berlangsung di semua daerah di Indonesia. 

Dalam Nota Keuangan yang diumumkan Presiden pada sidang RAPBN 2021, senilai 796,3 Triliun, Pemerintah akan  ‘transfer’ sebagai alokasi pembangunan daerah melalui dana transfer daerah dan dana desa. 

Dampak dari pilihan kedua ini tentu akan kembali menghambat proses pembangunan di daerah, terutama infrastruktur. Terlebih bagi daerah yang sumber pendapatan daerahnya (PAD) minim dan sangat bergantung pada transfer Pemerintah Pusat. Apapun yang menjadi pilihan dalam upaya menjaga stabilitas ekonomi negara, tentulah harus menjadi pilihan yang terbaik bagi bangsa. 

Namun disisi lain, Pemerintah Daerah juga perlu memiliki kemampuan membangun ekonomi daerahnya secara mandiri. Terutama mengoptimalisasi sektor pendapatan daerah melalui program inovatif. Sehingga pembangunan daerah tidaklah semata bergantung pada ‘supply’ anggaran dari pusat. 

Sebaliknya, Pemerintah Pusat juga perlu melihat potensi secara detail sektor-sektor yang bisa menjadi sumber pendapatan. Dalam sebuah pemberitaan, Menteri Perdagangan menyatakan menemukan satu harta karun yang mampu mendongkrak sektor penerimaan pendapatan negara. (semoga harta karunnya gak dibawa perompak pak yaa.. Hehehe). 

Dan disamping penerimaan, Pemerintah pusat juga harus senantiasa mengupdate prioritas pembangunan dalam skala daerah. Sebab, dengan kondisi ekonomi yang luluh-lantak seperti ini, tentulah proses belanja yang dilakukan harus benar urgent dan efektif. 

eeeh, hampir lupa, Pemerintah juga harus menyiapkan cadangan devisa yang memadai, mengingat Presiden telah menandatangani PP No. 3 tahun 2021 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Nah, untuk urusan yang salah satu pointnya mengatur soal mobilisasi rakyat untuk pertahanan negara ini, jangan kita urai disini dulu. Kita bahasnya di lain waktu.

Hehehe…. Okey. 
Tetap Semangat,
Salam Sehat.
Dan jangan lupa 4M : Menjaga Jarak, Pake Masker, Mencuci Tangan, Menghindari Kerumunan

(*****)

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close