BIMATA.ID, Jakarta- Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian meminta Pemerintah Daerah mengevaluasi program pengendalian penyebaran Covid-19.
Evaluasi tersebut dilakukan melalui pembentukan tim yang bertugas untuk melihat kontributor penyebaran kasus, diharapkan setiap program pengendalian penularan Covid-19 dapat efektif dilakukan.
“Kalau kita melihat terjadi angka kenaikan, buat tim untuk mengetahui terjadinya peningkatan itu karena apa, karena daerah itu tidak sama. Kenapa digunakan istilah PPKM? PPKM itu top down, instruksi, perlu keserempakan, dan bersifat umum. Tiap-tiap daerah belum tentu kontributor peningkatan angka positive rate itu sama, belum tentu sama. Oleh karena itu tiap-tiap kota itu memiliki tim yang bekerja untuk mendalami, mengevaluasi apa kontributor utama dari kenaikkan angka di daerah Bapak dan Ibu sekalian,” kata Mendagri Tito dalam Dialog Nasional yang diselenggarakan APEKSI (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia) dengan tema Penguatan pemerintah Daerah dalam Penanganan dan Pasca Pandemi Covid-19, Jakarta, Senin (25/01/2021).
Misalnya saja dalam kepatuhan menggunakan masker, kepala daerah diharapkan dapat bersinergi dan bekerja sama dengan tokoh masyarakat, Forkopimda, maupun aparat keamanan dan penegak hukum, untuk menegakkan kedisipinan masyarakat menggunakan masker.
“Mungkin masalah maskernya yang belum disiplin digunakan. Kalau belum, di mana? di sektor apa? dibidang apa? atau di lokasi mana? di kegiatan apa? itu yang diserang dikroyok dengan cara-cara soft pembagian masker, kampanye, dan lain-lain, dengan tokoh-tokoh agama dan dilakukan penegakkan, kerja sama dengan aparat penegak hukum, Satpol PP kemudian TNI dan Polri. Ini perlu kekompakan, oleh karena itu rekan-rekan perlu membangun hubungan yang baik dengan Forkopimda, tidak akan bisa kerja sendiri, tidak akan mampu,” tandasnya.
Kepala daerah juga diminta untuk menyisir daerah yang memiliki kerendahan dalam penerapan protokol kesehatan, seperti penyediaan tempat mencuci tangan di fasilitas umum maupun tempat publik.
“Kemudian apakah mungkin masalahnya karena cuci tangan? disiapkan tempat cuci tangan di mana, di tempat-tempat fasilitas umum, di lokasi mana yang tidak disiplin cuci tangan? mungkin di pasar atau di mana? mungkin juga perlu dikampanye untuk setiap orang memiliki hand sanitizer yang di kantong masing-masing dan dikampanyekan bagaimana cara penggunaanya,” ungkapnya.
Tak kalah penting, kepala daerah juga perlu mengkampanyekan untuk menjaga jarak, terutama tempat-tempat yang rentan atau berpotensi menimbulkan kerumunan. Efektivitas kampanye dalam menjaga jarak juga perlu didukung dengan produk kebijakan publik untuk mendukung program tersebut.
“Kemudian jaga jarak, jaga jarak ini bukan hanya kampanye tapi juga perlu ada kebijakan publik yang dibuat oleh para kepala daerah walikota yaitu dengan membuat di daerah tempat-tempat yang kerumunan, fasilitas umum baik transportasi maupun yang lain, diberikan tanda sekaligus penegakannya, jarak 2 meter,” ujar Mendagri Tito.
“Kemudian kerumunan, kerumunan itu diidentifikasi ditiap-tiap daerah, kerumunan mana yang menjadi kontributor, kerumunan keagamaan, kerumunan kawinan, resepsi, kerumunan di perkantoran atau kerumunan di fasilitas publik lainnya atau demo. Nah ini perlu juga, kalau sudah tahu mana kerumunan itu, buat aturan bila perlu, Bapak-Bapak Walikota bisa membuat Perwali, kemudian bisa diangkat menjadi Perda, why not? sepanjang itu tidak bertentangan dengan UU yang lain,” tambahnya.
Disamping evaluasi dalam program pengendalian kasus penularan Covid-19. Upaya 3T atau tindakan melakukan tes Covid-19 (testing), penelusuran kontak erat (tracing), dan tindak lanjut berupa perawatan pada pasien Covid-19 (treatment) adalah salah satu upaya utama penanganan Covid-19.
“Kemudian 3T, sama. Testing, setiap daerah, setiap kota harus memiliki kemampuan PCR, testing yang lain untuk screening okelah, seperti rapid test antigen, sekarang GeNose, itu adalah untuk screening kalau dicurigai baru kemudian diperiksa dengan PCR, tapi kalau kemampuan PCR harus ada di setiap kabupaten dan kota. Kemudian tracing prinsipnya adalah bagaimana untuk mencegah agar kita mengetahui yang positif terjadi klaster dan klaster itu bisa dibendung, ini harusnya dibuat tim khusus spesifik untuk tracing,” imbuhnya.
“Kemudian treatment juga sama, treatment ini rumah sakit kemampuan bed-nya termasuk tempat ICU-nya dan fasilitas sarana dan prasarana yang bisa dikerjakan oleh kota silahkan. Jika tidak mampu dengan pihak ketiga, tidak mampu juga bisa minta bantuan provinsi, tidak mampu juga buat minta ajukan kepada pemerintah pusat, karena pemerintah pusat juga memiliki tanggung jawab untuk mendukung daerah-daerah yang tidak mampu kapasitas fiskalnya, sehingga tingkat kematian bisa menjadi menurun karena treatmentnya baik,” pungkasnya.
(Bagus)