Bimata

Kementerian PUPR Minta Kontraktor Gunakan Produk Dalam Negeri

BIMATA.ID, Jakarta- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) meminta agar kontraktor menggunakan produk dalam negeri untuk mengerjakan proyek infrastruktur maupun properti.

Pelarangan penggunaan barang impor dalam rangka pemulihan ekonomi di Tanah Air akibat pandemi covid-19. Jika ingin menggunakan barang impor, disyaratkan perusahaan produk tersebut harus mendirikan pabriknya di Indonesia.

“Tagline tanpa impor ini terkait dengan bahan material lokal yang sudah dikenal dalam tradisi membangun di Tanah Air selama ini sehingga tenaga kerja lokal tidak perlu beradaptasi lagi,” kata pakar perumahan dari Universitas Diponegoro (Undip) Asnawi Manaf, Selasa, 26 Januari 2021.

Selain membuka akses bagi tenaga kerja lokal, dapat pula mendukung salah satu misi dari skema perumahan berbasis komunitas yang digagas Pusat Riset Teknologi Inclusive Housing and Urban Development Research Center (IHUDRC) Undip.

Satu sisi kolaborasi ABCG (academic, business, community, dan government) menekan cost. Di sisi lain, kolaborasi ini dalam prespektif teknik dan teknologi menggunakan tenaga kerja lokal.

“Penerapan skema kolaborasi ABCG dalam pembangunan perumahan berbasis komunitas ini akan saling mendukung dan mengisi terkait dengan adanya larangan penggunaan barang impor untuk semua proyek properti dan konstruksi,” jelasnya.

Selain untuk mendorong percepatan pemulihan perekonomian nasional akibat imbas dari pandemik covid-19, juga akan menerapkan skema padat karya pada pembangunan konstruksi perumahan.

Asnawi mengemukakan bahwa kolaborasi itu membuka penggunaan teknologi yang bisa digarap oleh industri kecil. Teknologi sederhana ini disebutnya sebagai teknologi tepat guna. Ia berharap pekerjaan konstruksi rumah yang menggunakan material lokal ini juga tidak hanya memudahkan tenaga kerja lokal menerapkannya, tetapi membuka peluang Usaha Mikro, Mecil, dan Menengah (UMKM) untuk mengelolanya.

Penggunaan bahan-bahan bangunan yang bisa dikerjakan oleh home industry, misalnya, akan membuka lapangan pekerjaan dari sisi pembuatan bahan bangunan. Sementara itu, pada saat pemasangan bahan-bahan tersebut juga menggunakan kemampuan orang bekerja yang sederhana saja.

Pembuatan bahan bangunan itu tidak membutuhkan tenaga kerja dengan kemampuan tinggi (high skill labour) yang menggunakan teknologi tinggi, teknik otomasi, yakni penggunaan mesin, sistem kontrol, dan teknologi informasi untuk optimisasi produksi. Dengan demikian, bisa dikerjakan oleh banyak orang sehingga di satu sisi biaya ditekan. Di sisi lain dapat membuka lapangan pekerjaan agar mereka dapat income.

Asnawi menegaskan bahwa pembangunan properti dan konstruksi di Tanah Air tanpa impor ini lebih menekankan pada penyerapan tenaga kerja lokal agar mereka punya penghasilan di tengah pandemik sekarang ini.

“Jadi, percuma punya barang murah tetapi MBR tidak punya uang sama sekali karena enggak ada pekerjaan. Bisa dikatakan, semurah apa pun rumah itu tidak bisa dibeli,” kata Asnawi.

Menurut Asnawi, tidak masalah harga rumah itu mahal selama orang berpenghasilan tinggi. Dengan demikian, prespektifnya jangan dilihat pada affordability (keterjangkauan membayar) karena harga rumah murah.

Affordability di sini dilihat dengan kacamata bahwa mereka punya uang karena punya pekerjaan,” ungkapnya.

 

(Bagus)

Exit mobile version