BIMATA.ID, DIY — Menyikapi polemik revisi UU Pemilu yang saat ini banyak dipermasalahkan banyak pihak, Institute for Democracy and Welfarism (IDW) Yogyakarta menggelar webinar dengan tema “Revisi UU Pemilu Untuk Siapa?”. Webinar dilaksanakan secara daring melalui Aplikasi Zoom meeting pada Minggu, 31 Januari tahun 2020 pukul 13.00 – 16.00 WIB.
“Webinar ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai upaya pengayaan pertimbangan dalam mengatur sistem penyelenggaraan pemilu yang berintegritas agar memperkokoh kedaulatan berdemokrasi sebagai jalan suksesi kepemimpinan,” ujar Direktur Eksekutif IDW Hakimul Ikhwan, Ph.D.
Webinar yang terbuka untuk umum ini menghadirkan empat orang narasumber yang akan mengupas terkait perubahan-perubahan UU Pemilu yaitu Bambang Eka Widodo, S.IP., M.Si (Ketua Bawaslu Periode 2011-2012), Dr. Sri Nuryanti, S.IP., M.A (Peneliti LIPI), Heroik M Pratama (Perludem) dan Hendra Try Ardianto, M.A. (Akademisi UNDIP).
“Di Tengah negara menghadapi pandemi Covid-19 dan dampaknya, serta kesulitan ekonomi masyarakat, pembahasan revisi UU Pemilu tersebut kemudian melahirkan pertanyaan mendasar, sebenarnya revisi UU tersebut dan revisi yang selama ini terus-menerus dilakukan setiap menjelang pemilu mewakili kepentingan siapa? Kepentingan elit atau rakyat? Apakah permasalahan pemilihan di Indonesia memang ada pada regulasinya atau yang lain? Sebab, meskipun sudah berulang kali regulasi diganti permasalahan senantiasa muncul terkait dengan politik uang, kelembagaan penyelenggara pemilu, penegakan hukum, format politik yang tidak ideal, dan banyak permasalahan lain,” Ucap Fadhil Akbar, S.H. selaku moderator webinar saat acara.
“Pasca reformasi 1998, UU pemilu dapat dikatakan senantiasa mengalami perubahan setiap selesai pemilihan. Terdapat variasi argumen yang dibangun seperti pengaturannya tidak lengkap, tidak memfasilitasi cita ideal sistem politik yang hendak dibangun, berkembangnya ide baru, pengaturan yang salah, dan sebagainya. Pasca Pemilu 2019, DPR saat ini sedang membahas revisi UU Pemilu, yang diintegrasikan dengan UU Pilkada. Dalam perjalanannya, revisi tersebut melahirkan kontroversi apakah revisi diperlukan. Artinya pembahasan revisi UU perlu dilanjutkan.” ucap Hakimul Ikhwan, Ph.D. lebih lanjut.
Sebagai penutup Hakimul Ikhwan berharap hasil webinar nantinya tidak hanya sekedar berhenti sebagai wacana saja namun ada tindak lanjut riil berupa masukan kepada pemerintah dan DPR terkait pembahasan perubahan UU Pemilu.
“Melalui revisi atau tanpa revisi UU pemilu penyelenggaraan Pemilu baik di tingkat nasional dan daerah harus mampu menghasilkan kepemimpinan yang semakin berkualitas serta mampu meningkatkan jiwa yang luhur masyarakat dalam berdemokrasi,” ujarnya.
RILIS/USMAN