Penulis : Direktur Nurjaman Centre Indonesia For Demokrasi (NCID), Jajat Nurjaman
BIMATA.ID, OPINI — Hari Rabu tanggal 6 Januari 2020 merupakan peristiwa kelam dalam sejarah Amerika. Peristiwa pendudukan Gedung Capitol yang dilakukan pendukung Donald Trump dengan tujuan untuk menggagalkan pengesahan hasil penghitungan suara Pemilihan Presiden AS yang telah dimenangkan oleh sang penantang petahana Joe Biden.
Peristiwa paling kelam yang disebut-sebut paling buruk dalam sejarah Amerika ini tidak hanya mencoreng sistem demokrasi yang selama ini dibanggakan Amerika, namun lebih dari itu.
Kejadian penyerangan ini merupakan sebuah preseden buruk mengingat sebelumnya telah ada pengakuan dari Donald Trump atas kemenangan yang telah diraih Joe Biden dalam pilpres AS.
Ibarat kata pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, mungkin demikian argument tepat untuk menggambarkan posisi Donald Trump saat ini.
Sebagai Presiden Amerika Trump telah gagal menjaga marwah demokrasi Amerika hingga terjadi peralihan tumpuk pimpinan, selain itu sebagai Capres yang gagal mempertahankan kekuasaannya, Trump juga telah gagal dalam mengendalikan para pendukungnya.
Kini negara-negara lain di seluruh dunia menantikan apa penjelasan pihak Amerika atas kejadian tersebut, siapakah pihak yang harus bertanggung jawab, apakah benar hanya motifnya untuk menggagalkan hasil pilpres Amerika mengingat Trump sendiri sudah menyatakan menerima kekalahannya atas Joe Biden.
Pelajaran yang bisa ambil adalah, perlu pemahaman jika sistem demokrasi hanyalah sebuah wadah dengan memberikan hak yang sama kepada rakyat, munculnya dugaan kecurangan tentunya juga telah disediakan tempat untuk penyelesaiannya, namun yang paling penting adalah kesadaran semua pihak karena hasil sebuah proses demokrasi ditentukan oleh suara terbanyak bukan pengaruh sebagian pihak atau golongan tertentu.