Bimata

Temuan Bawaslu: Lima Daerah Di Sumbar Berpotensi Dilakukan Pemungutan Suara Ulang

BIMATA.ID, Sumbar – Berdasarkan laporan melalui Sistem Pengawasan Pilkada (Siwaslu), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia (RI) menemukan sebanyak lima daerah di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) yang berpotensi untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020.

Dari laporan tersebut, lima daerah di Provinsi Sumbar yang berpotensi untuk PSU, yakni Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi, Kota Sawahlunto, Kabupaten Pasaman, dan Kabupaten Tanah Datar.

Menurut Bawaslu RI, penyebab terjadi PSU karena terdapat pemilih yang menggunakan hak pilih orang lain, pemilih yang tidak berhak menggunakan hak pilih, dan pemilih yang menggunakan hak pilih lebih dari satu Tempat Pemungutan Suara (TPS).

“Ada pula KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) mencoblos surat suara dan KPPS membagikan surat suara kepada saksi pasangan calon untuk dicoblos,” tutur Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar, Kamis (10/12/2020).

Selain lima daerah di Provinsi Sumbar, Bawaslu RI menyebut, sebanyak 37 daerah lain yang juga berpotensi untuk dilakukan PSU. Antara lain Kabupaten Banggai, Kabupaten Barito Selatan, Kota Binjai, Kabupaten Bungo, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.

Lalu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Malang, Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Kapuas Hulu, Kota Jambi, Kota Kotamobagu, Kota Makassar, Kota Palangkaraya, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Melawi, Kabupaten Minahasa Utara, dan Kabupaten Musi Rawas Utara.

Kemudian, Kabupaten Nabire, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kota Sungai Penuh, dan Kota Tangerang Selatan.

Terkait aturan hukum, Bawaslu RI menjelaskan, pengaturan soal PSU sudah tercantum dalam Pasal 112 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

“Ini kami katakan, bahwa UU telah menjelaskan batasan-batasan PSU dapat dilakukan,” ucap Fritz.

Pasal itu menyatakan, bahwa PSU dapat dilakukan karena ada pembukaan kotak suara atau bekas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam perundang-undangan. Kemudian Petugas KPPS meminta pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani atau menuliskan nama atau alamat pada surat suara yang sudah digunakan.

Selanjutnya, Petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih, sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah, dan/atau lebih dari seorang pemilih yang memberikan hak pilihnya lebih dari satu kali pada TPS yang sama atau berbeda dan/atau lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih mendapat kesempatan memberikan suara di TPS.

[MBN]

Exit mobile version