BeritaEkonomiNasionalPertanianRegional

Pokok Masalah Kelangkaan Pupuk Bersubsidi

BIMATA.ID, JAKARTA- Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pupuk bersubsidi untuk petani patut diberi acungan jempol. Sayangnya, niat baik Pemerintah tersebut tidak diikuti pengawasan yang baik pula.

Ketika musim pupuk tiba, para petani sulit untuk mendapatkan pupuk bersubsidi itu. Ketika petani mau membeli pupuk bersubsidi, stok penyubur tanaman tersebut ‘menghilang’ di pasar alias langka sehingga para petani terpaksa membeli pupuk non subsidi yang harganya jauh lebih mahal dibandingkan pupuk bersubsidi.

Anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi Pertanian, Kehutanan serta Lingkungan Hidup (LH), H Johan Rosihan ST menyoroti pokok permasalahan yang selalu menyebabkan kelangkaan pupuk bersubsidi di berbagai wilayah yang terjadi setiap datang musim petani memupuk padi di sawah mereka yakni karena adanya pola perencanaan pupuk bersubsidi dalam bentuk Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).

“Soal tersebut selalu bermasalah dari sisi substansi serta validitas data,” kata Johan dalam Rapat Dengan Pendapat Umum (RDPU) Komisi IV DPR RI dengan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan Asosiasi Distributor Pupuk di Ruang Rapat Komisi IV DPR RI Gedung Nusantara Komplek Parlemen Senayan, Jakarta.

Wakil rakyat dari Dapil I Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini berharap agar KTNA, HKTI dan Asosiasi Distributor Pupuk dapat membantu mencarikan solusi pola lain yang lebih tepat, cepat dan mudah dalam proses distribusi pupuk bersubsidi karena selama ini pola RDKK hanya berbasis pada usulan kebutuhan kelompok tani yang mengajukan permohonan tetapi pemenuhannya hanya terbatas pada alokasi anggaran subsidi yang disiapkan pemerintah pada setiap tahun anggaran.

Dengan pola seperti ini, wajar jika setiap tahun terjadi kelangkaan pupuk karena alokasi anggaran yang disiapkan Pemerintah pimpinan Jokowi tidak bisa memenuhi usulan kebutuhan pupuk petani setiap tahunnya.

Tahun lalu total anggaran yang dibutuhkan dari ajuan permohonan RDKK Rp 61,7 Triliun. Namun, dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran alias DIPA subsdi pupuk untuk 2019 hanya Rp 29,5 triliun dan dielaborasi melalui Alokasi Permentan untuk anggaran subsidi pupuk hanya Rp 27,3 triliun.

“Pola seperti ini bakal menyebabkan selalu terjadi kekurangan pupuk setiap tahunnya,” papar wakil rakyat yang memang dekat dengan para petani ini.

Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga menyoroti persoalan buruknya manajemen distribusi pupuk di lapangan dimana data RDKK tidak valid dan banyak penyimpangan yang terjadi sehingga menyebabkan rantai distribusi semakin kusut dan tidak terkontrol dengan baik.

Pria kelahiran Sumbawa 29 Oktober 1972 itu meminta agar Asosiasi Distributor memperbaiki pola pengawasan di lapangan dan selalu memantau kinerja semua agen dan kios yang menyalurkan pupuk bersubsidi kepada para petani.

Dia berharap semua asosiasi distributor pupuk segera menyampaikan data lengka[ kelangkaan pupuk yang terjadi di daerah sehingga Pemerintah segera menanggulangi agar petani yang akan melakukan penanaman pada musim tanam berikutnya tidak dirugikan. “Saya meminta agar dilakukan pola efisiensi pemupukan yang lebih tepat sesuai kebutuhan hara tanah dengan melibatkan peran aktif dari Penyuluh Pertanian,” demikian H Johan Rosihan ST.

 

(Bagoes)

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close