BeritaEkonomiNasionalProperti

Penurunan Suku Bunga Acuan Tidak Langsung Berdampak Ke Sektor Properti

BIMATA.ID, JAKARTA- Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi 3,75% yang terjadi ditetapkan saat Rapat Dewan Gubernur BI pekan lalu dinilai belum mempengaruhi bisnis para pengembang properti tanah air.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida menyampaikan, bisnis properti erat kaitannya dengan kondisi makroekonomi Indonesia.

Selama perekonomian nasional belum pulih, maka minat masyarakat terhadap properti cenderung stagnan, bahkan berpotensi turun.

Lantas, penurunan suku bunga acuan tidak langsung berdampak ke sektor properti selama kebijakan tersebut belum mampu mengangkat kondisi ekonomi dalam negeri.

“Pihak perbankan juga belum menurunkan suku bunga KPR karena masih mempertimbangkan dulu kondisi ekonomi,” ujar dia.

Oleh karena itu, peran pemerintah sangat dinanti dalam mendongkrak kembali roda perekonomian Indonesia yang tertekan selama masa pandemi Covid-19.

Adanya Undang-Undang Cipta Kerja juga diharapkan dapat membantu pemulihan ekonomi di masa pandemi, meski hal tersebut perlu dibarengi dengan sejumlah penerbitan peraturan pelaksana.

“Kami juga telah meminta pemerintah terkait kebijakan penundaan pembayaran angsuran pokok atau bunga KPR dan kebijakan sunset policy di sektor properti,” ungkap Totok.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda bilang, saat ini tren penurunan suku bunga acuan belum sepenuhnya direspons dengan penurunan suku bunga KPR. Padahal, penurunan tersebut seharusnya bisa menjadi salah satu stimulus utama di pasar properti.

“Kalau suku bunga KPR turun, maka penjualan properti diyakini akan meningkat sejakan dengan naiknya daya beli masyarakat karena cicilan per bulan akan semakin rendah,” paparnya.

Ia menilai bahwa pasar properti Indonesia masih tetap diminati, terutama untuk properti jenis rumah tapak atau landed house yang cukup potensial.

Properti untuk segmen harga di atas Rp 1 miliar masih terjadi peningkatan permintaan terlepas dari adanya tekanan ekonomi nasional di masa pandemi Covid-19. Sebaliknya, properti dengan harga di bawah kisaran Rp 300 juta justru tengah lesu permintaannya.

“Semakin ke bawah kelas sosialnya, daya beli semakin tertekan untuk saat ini akibat isu PHK dan lain-lain,” imbuhnya.

Direktur PT Ciputra Development Tbk (CTRA) Tulus Santoso menyebut, dampak penurunan suku bunga acuan yang terjadi pekan lalu biasanya baru terasa dalam tiga bulan ke depan.

Hal ini dikarenakan pihak perbankan umumnya lebih lambat dalam merespons penurunan suku bunga acuan ke suku bunga kredit.

Ia belum bisa menjelaskan gambaran kinerja marketing sales atau pendapatan prapenjualan CTRA sampai kuartal IV berjalan.

Ia akui bahwa tren suku bunga acuan yang turun tetap membawa berkah bagi penjualan properti perusahaan. “Kuartal III lebih baik dibandingkan kuartal II walaupun tidak terlalu signifikan,” ujarnya

CTRA telah meraih marketing sales sebanyak Rp 3,8 triliun dari total target marketing sales di tahun ini sebesar Rp 4,5 triliun.

Wakil Direktur Utama PT Metropolitan Kentjana Tbk (MKPI) Jeffri Tanudjaja menganggap, sampai saat ini belum terlihat adanya peningkatan penjualan properti MKPI khususnya untuk kalangan menengah ke atas, kendati suku bunga acuan sudah dalam tren penurunan.

Menurutnya, dampak kebijakan tersebut baru benar-benar terasa manakala suku bunga KPR juga ikut diturunkan.

“Kalau memang suku bunga KPR bisa turun tentu sangat bagus untuk industri properti,” tukasnya.

Asal tahu saja, MKPI sudah meluncurkan proyek di segmen menengah dan atas berupa Pondok Indah Townhouse. Proyek tersebut memiliki luas tanah mulai dari 138 meter persegi dan bangunan sekitar 300 meter persegi. Proyek ini terbagi dalam empat blok yang setiap unitnya terdiri dari tiga dan empat lantai.

 

(Bagus)

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close