BIMATA.ID, JAKARTA- Penyaluran pupuk bersubsidi lewat sistem Kartu Tani dinilai masih kurang sosialisasi. Disatu sisi, validitas data masih belum sempurna sehingga menimbulkan kesulitan bagi petani yang ingin memperoleh pupuk subsidi.
Pengurus Serikat Petani Indonesia (SPI) Yogyakarta, Qomarunnajmi, mengatakan, saat ini petani di berbagai daerah hampir merasakan hal yang sama, kesulitan mendapatkan pupuk yang disubsidi pemerintah. Akses pada ketersediaan pupuk kerap menjadi masalah pada musim tanam.
“Di beberapa kabupaten memang sama masalahnya dan datanya itu masih butuh validasi karena ada yang masih belum valid. Belum lagi masalah lainnya,” kata Qomar.
Ia mengatakan, selain soal sinkronisasi data, penjadwalan produksi juga jadi masalah dengan adanya Kartu Tani. Sebab, para petani harus lebih menyesuaikan pengambilan pupuk dengan waktu produksi. Terdapat banyak petani yang tak lagi dapat mengambil pupuk bersubsidi karena telah dihabiskan pada masa sebelumnya yang belum menggunakan Kartu Tani.
Ia menilai, terdapat sisi positif dari Kartu Tani. Sebab, alokasi pupuk jadi lebih rigid dan sesuai dengan kebutuhan idealnya. Ia mengakui, rata-rata petani saat ini semakin over dosis dalam menggunakan pupuk kimia. Hal itu pun meningkatkan pemakaian dan tak heran membuat pupuk menjadi sulit didapatkan.
“Sekarang penggunaan dosis pupuk bisa jadi lebih baik karena sesuai standar, hanya petani butuh disosialisasi terkait cara penggunaannya agar lebih sesuai dengan dosis,” ujarnya.
Qomar mengungkapkan seiring semakin sulitnya pupuk kimia diperoleh petani, pupuk organik menjadi pilihan bagi petani. Ia menuturkan, dari segi harga memang lebih mahal, namun penggunaannya bisa jauh lebih hemat sehingga dapat menekan biaya produksi dengan hasil yang lebih baik.
Namun, belum banyak petani yang memahami dan mau beralih. Alasannya, karena pada produksi awal pupuk organik cukup rumit dan membutuhkan tenaga kerja tambahan serta kelembagaan yang aktif.
(Bagus)