BIMATA.ID, JAKARTA- Konsultan properti Knight Frank mengamati adanya tren peningkatan dalam dinamika pencarian lokasi untuk investasi asing di Indonesia selama setahun terakhir terutama di kawasan industri. Indonesia menjadi magnet menarik bagi investor asing.
Country Head dari Knight Frank Indonesia Willson Kalip menuturkan relokasi industri global menjadi peluang besar untuk menarik investasi dari para industrialis asing.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), terdapat tujuh perusahaan multinasional dari sektor elektronik, otomotif, dan suku cadang otomotif yang telah mengonfirmasi rencana relokasi ke Indonesia.
“Tax allowance, tax holiday, bebas biaya sewa selama 10 tahun pertama, dan kemudahan perizinan adalah bagian dari insentif yang ditawarkan pemerintah untuk menarik investasi asing, dan untuk bersaing dengan negara tetangga yang juga membidik hal yang sama,” ujarnya dalam diskusi Indonesia Industrial Property Investment Guide 2021 pada Rabu (18/11/2020).
Performa sektor industri sangat potensial dalam mendongkrak perekonomian Indonesia. Dalam struktur PDB, sektor industri berkontribusi sekitar 20 persen dari PDB nasional pada kuartal III/2020. Di tengah pandemi, secara rerata kinerja industri tetap prospektif dibandingkan dengan sektor lain.
Dia menuturkan, dibandingkan dengan negara-negara tetangga di ranah relokasi global, Indonesia tergolong kompetitif berdasarkan ketersediaan tenaga kerja, pasar domestik yang prospektif, upah minimjum regional (UMR) yang terbilang ekonomis, dan berbagai insentif dari pemerintah.
Tetap berkomitmen kuat melanjutkan pembangunan infrastruktur, mengembangkan sumber daya manusia, dan melakukan reformasi birokrasi untuk menarik investasi.
“Pada dasarnya, permintaan sektor properti merupakan turunan dari bergeraknya ekonomi di sektor industri, khususnya manufaktur yang menjadi mesin utama dalam pemulihan ekonomi berikutnya,” ucap Willson.
Andrew R. Tuah dari Tuah & Suparto Advocates and Solicitors menuturkan komunitas bisnis baik lokal maupun asing mengapresiasi UU Cipta Kerja dengan memberi skor yang lebih tinggi bagi Indonesia sebagai kandidat potensial yang dipertimbangkan sebagai tujuan investasi.
“Secara khusus dalam sektor real estat, komponen digitalisasi yang disebutkan dalam UU Omnibus diharapkan mampu mewujudkan efisiensi birokrasi, sehingga meningkatkan daya saing Indonesia dalam standar internasional,” tuturnya.
Adapun beberapa keunggulan kompetitif Indonesia untuk menarik relokasi industri global meliputi lebih dari separuh jalur perdagangan internasional melintasi perairan Indonesia.
“Negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia, usia produktif yang mencapai 70 persen pada 2030,” ujarnya.
Keunggulan kompetitif lainnya adalah komposisi kelas menengah sebesar 65 juta jiwa pada 2030, yang berkontribusi pada pertumbuhan sektor e-commerce, FMCG (fast-moving consumer goods), dan data center.
UHNWI (ultra high-net-worth individual) diprediksi tumbuh 57 persen atau sekitar 33.000 jiwa pada 2024, sedangkan industri manufaktur mendominasi dan berkontribusi dalam menggerakkan metropolitan seperti di Jabodetabek, Surabaya, Semarang, Medan, Batam, dan Makassar.
Sampai 2024, pemerintah menyediakan Rp3.378 triliun untuk pembangunan infrastruktur jalan, kereta, pelabuhan, bandara, transportasi publik, listrik, telekomunikasi, air bersih, dan pengelolaan limbah,
“Saat ini sudah terbangun sedikitnya 108 kawasan industri dan 15 zona ekonomi khusus di seluruh Indonesia,” kata Andrew.