BeritaEkonomiNasionalPendidikanPertanian

Fahutan IPB: Kampung Terpencil Menjadi Sumbu Utama Kedaulatan Pangan di Indonesia

BIMATA.ID, JAKARTA– Kepala Divisi Bioprospeksi dan Konservasi Tumbuhan Tropika Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) IPB University Ervizal AM Zuhud mengungkapkan bahwa kampung terpencil menjadi sumbu utama kedaulatan pangan di Indonesia.

Penting bagi para peneliti, masyarakat, akademisi dan para pembuat kebijakan untuk sama-sama berguru kepada masyarakat kampung terpencil sebagai pembelajaran kehidupan.

“Potensi sumberdaya alam hayati yang sangat kaya dan tetap terjaga hingga saat ini di alam dan nilai-nilai gotong royong, adalah sistem “perbankan” dan “asuransi” masyarakat desa tradisional. Hal tersebut didapatkan karena kearifan lokalnya dan hukum adat sangat dijunjung tinggi sehingga masyarakat lokal dapat bertahan hidup secara mandiri, berkelanjutan dan bermartabat walau terjadi bencana alam sekalipun. Tentu hal ini akan terjaga kalau tidak terusik oleh aktivitas dan dampak program pembangunan,” kata Ervizal.

Dirinya mengakui bahwa setiap kampung memiliki keanekaragaman hayati, spesies nabari dan hewani yang begitu kaya dengan presentase 30 hingga 140 spesies yang bisa digunakan sebagai sumber pangan alami, terutama untuk memenuhi kebutuhan hidup subsisten masyarakat.

“Kondisi alam di masing-masing eko-bio-grafis seperti ini telah membentuk dan mendidik masyarakat lokalnya menjadi mandiri dan berdaulat untuk hidupnya ketimbang masyarakat di wilayah urban. Pandangan bahwa wilayah desa terpencil itu identik dengan wilayah rawan pangan dan terbelakang adalah suatu yang keliru dan tidaklah selalu benar,” jelasnya.

“Pesan ini yang saya kira di IPB University sepatutnya kita kuatkan dan kita dukung. Biarlah desa-desa, kampung-kampung yang sudah mengelola pangan lokalnya dengan mandiri untuk diteruskan, didukung, dikembangkan dan lebih dikuatkan dengan inovasi IPB University. Jadi semua dan setiap kampung/desa, apalagi terutama yang terpencil, di Indonesia harus berdaulat pangan dengan pengembangan sumberdaya lokal dan sumberdaya manusianya masing-masing. Kita dukung slogan oleh mereka untuk mereka, untuk masyarakat luar, bahkan juga untuk Indonesia dan dunia global,” tuturnya.

Daerah pedesaan yang by accident sudah berkembang secara mandiri dengan sumberdaya lokalnya serta dengan adanya sentuhan pendampingan dari IPB University adalah Waimital, Seram. Desa ini selama belasan tahun mendapatkan pendampingan dari alumni IPB University, Muhammad Kasim Arifin.

Ir.Kaswinto di Desa Curahnongko juga telah membangun agroforestri tumbuhan obat dan pangan bersama 3.556 kepala keluarga di zona rehabilitasi Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur. Ia merupakan sarjana IPB University yang telah mengabdikan dirinya selama bertahun-tahun mendampingi masyarakat tani di desa dengan kesadaran sendiri, bukan melalui “politik” program nasional.

“Jadi akar masalah pangan kita hari ini bukanlah persoalan teknis, toh masalah teknis secara otomatis akan segera terselesaikan dengan sarjana-sarjana yang hebat. Persoalan Indonesia adalah kesesatan kebijakan yang menyebabkan saat ini orang-orang di wilayah urban banyak yang kekurangan pangan, desa-desa yang sudah rusak sumberdaya alamnya, sumberdaya manusianya menjadi semakin susah dan tidak produktif. Desa-desa yang terpencil tapi masih alamiah itu adalah desa-desa bahagia, sehat, kaya serta berdaulat. Kearifan masyarakat lokalnya telah membuat mereka berdaulat dan bermartabat dan masih berjalan dengan baik, walaupun bersifat “subsisten” sampai saat ini,” tutur dosen di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata ini.

Perlu bersama secara istiqamah untuk berjuang menghilangkan kesesatan politik kebijakan nasional, terutama politik pangan dan pertanian, sehingga dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi sumberdaya manusia yang unggul untuk berpikir fokus dan kembali ke desa untuk bekerja mengelola dan mengembangkan kekayaan sumberdaya hayati yang berdaulat.

“Perlu adanya perbaikan kebijakan yang lebih berpihak pada pembangunan desa dengan pendekatan spesifik masing-masing dengan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan. Politik alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang rasional dan adil untuk wilayah pedesaan, karena desa yang unggul, kuat, dan maju merupakan tulang punggung dan tulang rusuk bagi kedaulatan pangan Indonesia yang sesungguhnya,” tutup Ervizal.

(Bagus)

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close