OpiniOpini

Di Antara Kuasa dan Harapan, Atur Saja, Yang Penting Tak Terulang Lagi

Penulis : Sultan, Lembaga : Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Dataran Tinggi

BIMATA.ID, OPINI — Ketika realitas terkuak narasi berbenturan maka judul di atas hadir secara sadar dan rasional dengan tegas menyambung narasi yang rilis sebelumnya. Tentang bahasa isyarat yang tersurat penuh ungkapan kasih sayang mengenai harapan-harapan masyarakat dataran tinggi. Di antara kuasa dan harapan, perbedaan kelas menjadi tak sejalan.

Bisa jadi pemerintah dan masyarakat, terkadang bermula pada janji yang tak selaras dengan kenyataan. W.S Rendra dalam sajaknya bilang begini, “Orang berkata “Kami adalah maksud baik”. Dan kita bertanya: ”Maksud baik untuk siapa?”. Demikian maksud baik tersebut sering terjadi di panggung-panggung kampanye yang menjelang pemilihan pada pesta demokrasi.

Kemarin KPU Kabupaten Gowa menggelar pemaparan visi-misi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2020, Senin (26/10/2020). Kegiatan itu sebagai pengganti debat publik, sebab Pilkada Gowa 2020 hanya diikuti satu pasangan calon, yaitu Adnan Purichta Ichsan-Abdul Rauf Malaganni (Adnan-Kio) melawan (Kotak Kosong). Kegiatan tersebut merupakan suatu keharusan, sebab tujuan dan capaian-capaian bupati yang akan menjadi bahan evaluasi masyarakat Gowa nantinya.

Visi dan misi yang berfokus pada program dengan prioritas beberapa bidang yaitu : Bidang Pendidikan, Kesehatan, Keagamaan, Pelayanan Publik serta Bidang Pertanian dan Perekonomian. Berikut di dalamnya beragam pemaparan yang mengundang berjuta harapan yang besar. Namun sungguh disayangkan pula, karena tak sedikit pun menyinggung terkait penyelesaian permasalahan-permasalahan yang melanda masyarakat dataran tinggi sebagaimana yang dijabarkan pada rilis sebelumnya.

Hal demikian hanya menghadirkan adanya kecemasan-kecemasan yang nantinya berpotensi terulang kembali. Begitu pula terkait kehadiran (Kotak Kosong) secara jelas membuat masyarakat meraba-raba harapan, bisa jadi akan jauh lebih baik, ataukah dengan adanya ancaman yang sama. Itulah Gowa, sejak dulu sampai sekarang memiliki tantangan di setiap fase pemerintahan. Darinya itu, pemuda harus responsif dengan tindakan solutif, guna menghalau jalannya keterpurukan kondisi.

Bebicara tentang historis panjang Gowa dari masa ke masa tentunya mengalami dinamika panjang, baik dari segi sosio-histori hingga sampai kondisi sosio-kultur. Bagaimana kondisi Gowa di masa lalu tentunya hanya menjadi kenangan di hari ini yang tunai dari cerita ke cerita. Kesejahteraan masyarakat Gowa di era masa lalu senantiasa berbanding lurus dengan peradaban yang dicita-citakan para leluhur. Sederhananya dalam kutipan “Manna ronrong linoa, gesara’ butta maraeng.

I katte tau Gowayya abbulo sibatang, accera’ sitongka-tongka tonji”. Yang tentunya sangat jelas bahwa apapun kondisinya “orang Gowa” yakni pemerintah dan masyarakat senantiasa bersatu menjaga kehormatan dalam bingkai kemanusiaan. Nah, bagaimana pula dengan kondisi di masa sekarang? Demikian melahirkan banyak pandangan yang sifatnya kontraversial, tentang baik buruknya kepemimpinan Gowa. Timpang tindih tersebut merupakan bukti adanya kecendurangan kesejahteraan yang tidak merata.

Menuai banyaknya kritikan pertanda bahwa kepentingan golongan senantiasa menjadi persoalan, keterbukaan dan kebijakan pemerintah bisa jadi hanya untuk golongan tertentu. Problematika tersebut disinggung oleh salah satu pemikir oksidentalisme (Hasan Hanafi) yang membagi kehidupan antara yang berkuasa dan yang dikuasai termasuk di era modern ini.

Kritikannya bahwa kepemimpinan harus senantiasa mengikut perkembangan zaman, namun tak seharusnya juga meninggalkan kebudayaan, karena dengan jalan tersebut akan melestarikan misi kemanusiaan. Kendati pun demikian dipertegas oleh (Cak Nur),  “Modernisasi ialah Rasionalisasi, bukan Westernisasi” bahwa kehidupan umat dan bangsa dalam mengikut arus perkembangan zaman harus bersifat toleran dan terbuka yakni rasional dan bukan kebarat-baratan. Termasuk jalannya pemerintahan daerah yang tentunya harus selaras dengan sosio-kultur. Termasuk di Kab. Gowa yang secara fakta masih banyak orang-orang yang mempertahankan adat dan kebudayaan, SDM yang mumpuni (Pemuda) dengan berbagi macam potensi tiada lain murni misi kesejahteraan bersama.

Menelisik pandangan dari berbagai golongan, termasuk generasi muda (Aktivis) Gowa yang sangat cakap membicarakan persoalan kesejahteraan masyarakat. Berangkat pada persoalan pemerintahan jelang Pilkada yang masi digandrungi dengan beragam wacana.  Secara garis besar dari golongan aktivis Gowa di antaranya terbagi fokus.

Mulai dari aktivis yang secara sikap ada yang menjadi bagian dari (pengusung) calon bupati, juga ada aktivis yang senantiasa menyentil kebijakan pemerintah yang mengkaji bergam persoalan dengan mejalankan peran dan tanggungjawabnya sebagai mitra sosio-pemerintahan dengan misi perubahan. Ada juga Aktivis yang dengan jelas membiarkan momentum Pilkada terlewatkan. Entah karena adanya tendesi rasa takut, sehingga enggan untuk melibatkan diri mengawal jalannya proses demokrasi atau kerena mengalami kejumudan berfikir sehingga sikap pembiaran itu terjadi.

Sikap demikian Menurut Hasan Hanafi ialah penyakit yang menjarah pemudah untuk tidak menggalang perubahan, dengan nama lain adanya Syndrome Akut atau sikap rendah diri yang secara gamblang mampu disimpulkan bahwa tidak adanya aktualisasi pikir maupun tindak secara bersamaan. Berikut diakibatkan adanya indikasi penjajahan baru termasuk pengaburan sejarah, konstruk ideologi barat dan tekanan psikologis. Ini menjadi ancaman baik eksternal (Imperialisme, Zionisme dan Kapitalisme) dan internal (Kemiskinan, kemelaratan, dan ketidakadilan).

Entahlah! Hegemoni demikian sangat berpengaruh, maka untuk menentukan nasib di masa mendatang, sejatinya pemuda harus memulai cita-cita dengan mengambil peran. Sebab menurut (Pidi Baiq) “Cita-cita bukan untuk diraih, tapi dimulai”. 

Di momentum Hari Pahlawan Nasional, beragam giat organ pemuda kecamatan hingga kelurahan/desa digelar penuh semangat. Demikian merupakan eksistensi pemuda sangat patut diberi apresiasi, sebab mempertahankan jejak karir para pahlawan terdahulu termasuk sikap kepahlawanan orang-orang ternama di Kab. Gowa itu sendiri. Kegiatan di antaranya ialah gelar doa bersama, panggung ekspresi, ziarah kubur ke makam pahlawan, auto kritik dan beragam lainnya.

Di bulan Pahlawan Nasional dengan melirik tokoh tersohor yakni mantan Bupati Gowa selaku pemerintah Kabupaten Gowa pada masanya yang benar adanya memeberikan kemajuan. Tak memandang sebelah mata, bahwa pemerintah Kabupaten Gowa sebelumnya semisal di bawah naungan Ihksan YL justru lebih membuahkan hasil. Sifat kesederhanaan beserta ketegasan dan ketangkasan seorang pemimpin membawa jauh perubahan kesejahteraan masyarakat meningkat.

Baik dari dimensi ekonomi, sosial, pokitik, budaya hingga kemajuan daerah sangat terlihat tanpa adanya pembiaran keresahan yang bertubi-tubi melanda masyarakat. Bedahnya lagi dengan pemerintahan Gowa di masa sekarang. Bisa jadi pembagunan daerah secara umum terlihat maju, namun tingkat kesejahteraan masyarakat kian menjadi benalu dan mengalami degradasi keadilan sosial. Hal demikian harus menjadi pertimbangan besar dan berhati-hati memilih pemimpin di era mendatang. Karena tujuan daripada penyelenggaraan Pilkada adalah menentukan pemimpin yang memang benar adanya siap berkorban demi kesejahteraan masyarakat.

Darinya itu Sultan, Nawir, Edi dan Iwan Mazkrib selaku pelopor Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Dataran Tinggi dengan beragam potensi tetap pada pendirian mengambil andil jelang Pilkada. Menantang siapapun Bupati Calon Gowa untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi, khusunya di dataran tinggi. Termasuk membereskan Oknum yang tercantum dalam struktur pemerintahan baik kabupaten, kecamatan hingga desa/kelurahan yang tidak amanah dalam menajalankan amanah UU.

Ketegasan pemerintah di lingkup internallah seharusnya menjadi basis kemajuan dareah. Bukan mempertahankan mereka yang berpotensi mengundang adanya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), demikian jelas perintah UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Entahlah, turunnya reputasi pemerintahan disebabkan oleh bupati itu sendiri ataukan banyaknaya oknum yang tidak bertanggungjawab dengan mengutamakan kepentingan golongannya sendiri, ataukah semuanya dianggap baik-baik saja. Entah! Dari sekian persoalan Internal kiranya orang pemerintahan jauh lebih paham. Terkait banyaknya amanah yang wajib terkatual dalam kehifupan berbangsa dan bernegara, termasuk mempertahankan kehormatan melalui komiteman dan konsistensi mejalankan amanah Pancasila UUD 1945.

Dari uraian di atas ialah sebagai bukti bahwa masyarakat hanya merangsang keinginan dan kemerdekaannya untuk memilih. Soal pilihan di Pilkada baik pasangan calon (Adnan-Kio) ataupun (Kotak Kosong) itu bukan urusan siapa yang akan jadi menang. Melainkan adanya harapan besar terkait hadirnya pemimpin yang akan membawa perubahan yang besar, bukan malah menghadirkan ketakutan akan adanya problem yang terulang kembali. Termasuk penjajahan harapan, mejalarnya permasalahan hingga kian redupnya kesejahteraan. 

Maka dari itu, masyarakat bersama Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Dataran Tinggi dengan tegas bersepakat dengan prinsip yang kuat menolak janji yang hanya bergandengan niat buruk tanpa adanya jaminan memberi bukti. Sekali lagi, siapapun yang akan memimpin Gowa 5 tahun ke depan harus bersih tegas serta renponsif terhadap semua hal yang tentunya mampu menuntaskan permasalahan yang terjadi. 

Sebab kepahlawan hadir bukan di atas citra kekuasaan melainkan adanya cinta dan bukti akan terealisasinya harapan masyarakat. Dibalik kuasa, harapan pemuda dan masyarakat duduk sama rata juga adalah solusi. Di antara kuasa dan harapan ; “Atur saja, yang Penting Tak Terulang Lagi!”. Selamat Mengenang Para Pahlawan.

(****)

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close