Legislator Gerindra Papua Meminta Forkopimda Dukung UU Cipta Kerja
BIMATA.ID, Jayapura – Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia(DPR-RI) Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Yan Permenas Mandenas, meminta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Papua untuk mendukung kebijakan pemerintah pusat pasca ditetapkannya RUU menjadi Undang-undang Cipta kerja.
Menurutnya, regulasi yang diatur dalam Omnibus Law ini sudah mengakomodir aspirasi para buruh dan mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Yan mengakui, adanya kontroversi terkait ini terjadi karena ada sebagian elit yang terganggu. Padahal undang-undang ini sudah mengakomodir aspirasi para buruh.
“Pembahasan RUU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan, DPR RI baik legislasi maupun fraksi-fraksi sudah berulang kali mengajak serta berbicara dengan pengurus atau pimpinan buruh. Untuk itu, apabila ada berita hoax yang berkembang di publik terkait ketenagakerjaan, hak-hak buruh dan lain sebagainya yang tidak diakomodir, dirinya meminta untuk tidak langsung dipercaya. Seluruh hak tenaga kerja sudah terakomodir, sampai dengan soal PHK pun diatur didalamnya,” ujarnya kepada pers di Jayapura, Kamis, (15/10/2020).
Yan berharap, pihak-pihak di Papua untuk tidak termakan isu berkaitan Omnibus law. Tetapi mari bersama-sama membaca dan melihat isi dari undang-undang tersebut secara cermat agar bisa dipahami baik.
“Kalau saya lihat kebijakan pusat untuk mempercepat investasi dan membuka seluas-luasnya penambahan lapangan kerja lewat omnibus law ini sangat baik, sebab mempermudah investor melakukan investasi di Indonesia,” katanya.
Lanjutnya, kepada Forkopimda Papua untuk mensosialisasikan isi UU Cipta Kerja ini sekaligus membantah berbagai hoax yang beredar.
Diketahui, sejak UU ini tetapkan, berbagai unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja masih berlangsung di berbagai daerah. Lebih dari seribu orang pendemo ditangkap kepolisian dengan tuduhan berbuat rusuh.
Seluruh penangkapan dan penanganan unjuk rasa oleh kepolisian itu dituding anti demokrasi dan melanggar berbagai ketentuan perlindungan hak asasi manusia, termasuk hak menyatakan pendapat.
ozie