BeritaEkonomiEnergiNasional

Jika Kembangkan Nuklir Saat Ini, Indonesia Bisa Miliki PLTN 2030

BIMATA.ID, JAKARTA- Indonesia memiliki sejarah panjang tentang nuklir, namun sampai saat ini belum memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Perlu dukungan politik pemerintah, terutama Presiden agar ini bisa segera terwujud.

Pakar Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI) Zaki Su’ud mengatakan untuk membangun PLTN memang tidak lah mudah karena diatur di dalam regulasi yang sangat ketat, baik nasional maupun internasional. Untuk itu, menurutnya perlu dukungan dari pemerintah untuk memudahkan investor masuk, seiring dengan teknologi nuklir yang terus berkembang.

“Presiden bisa katakan go nuklir, lalu dengan itu akan memudahkan investor masuk,” paparnya.

Jika regulasi dan hambatan tidak diatasi dengan baik, maka investor akan khawatir investasinya tidak kembali atau terganggu di tengah jalan, sehingga berdampak pada keekonomian projek. Dengan diaturnya nuklir di dalam UU Ciptaker, pihaknya berharap agar hambatan itu bisa dipangkas.

“Dengan kemajuan teknologi, terutama modular generasi 4, maka diharapkan pembangunan PLTN dipersingkat dari yang mulanya 5-7 tahun jadi 3-4 tahun. Jadi, dari sisi keekonomian bisa meningkat. Ini bisa direalisasikan 5-10 tahun ke depan,” tuturnya.

Mengambil contoh dari Uni Emirat Arab (UEA), sejak menyatakan go nuklir sampai dengan operasi membutuhkan waktu sampai delapan tahun. Bukan lagi masalah teknologi, namun untuk membangun PLTN permasalahan yang dihadapi adalah politik. Kondisi yang sama juga terjadi di Indonesia.

“Apakah kita bisa buat komitmen di mana bisa melewati suatu batas otoritas rezim? Ini jadi tantangan sendiri buat komitmen rezim,” ungkapnya.

Peneliti Senior sekaligus Mantan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Djarot Sulistio Wisnubroto mengatakan saat ini banyak vendor dan investor yang tertarik untuk membangun PLTN di Indonesia. Tantangannya saat ini adalah komitmen dari negara, menurutnya perlu ada kata go nuklir dari presiden sehingga ada jaminan bisnis bagi investor.

Go nuklir misalnya 2020, maka pada 2029-2030 baru bisa beroperasi,” ungkapnya.

uklir masuk ke dalam golongan energi baru, bagian dari energi baru terbarukan (EBT). Pemerintah saat ini tengah mengejar bauran energi sebesar 23% pada tahun 2025. Pembangunan PLTN menurutnya membutuhkan waktu panjang sehingga paling tidak baru bisa terbangun pada 8-10 tahun ke depan.

“Menurut UU, energi nuklir itu masuk ke dalam energi baru, bagian dari EBT. Tapi kalau mengejar target EBT 23% pada 2025, tidak mungkin nuklir di dalamnya karena butuh 8-10 tahun. Tapi meski terlambat, dia bisa mencapai target sebelum 2050,” jelasnya.

Sementara besaran investasi yang dibutuhkan, berkaca dari Uni Emirat Arab (UEA) dalam membangun empat reaktor dengan masing-masing daya 1.400 mega watt (MW) sehingga totalnya mencapai 5.600 MW, investasi yang dibutuhkan mencapai Rp 300 triliun.

“Ini bisa jadi gambaran berapa biayanya pembangunan PLTN,” tuturnya.

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close