BIMATA.ID, JAKARTA– Pasca disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja oleh DPR RI, berbagai penolakan timbul di masyarakat. Pemerintah pun bersuara terkait hal ini.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto berharap UU Cipta Kerja dapat menyederhanakan regulasi bagi para investor yang selama ini mengalami kesulita menanamkan investasi di Indonesia. Dengan begitu, lapangan kerja baru pun akan tercipta.
Airlangga membantah bahwa UU ini hanya berpihak kepada pengusaha semata. UU tersebut, ujar Airlangga lahir demi kepentingan dan untuk melindungi rakyat.
“Kemudian UU Cipta kerja merupakan UU yang mementingkan kepentingan rakyat, disusun dan didorong melalui DPR RI, dan ini yang menegaskan kepastian hukum dan merupakan hal yang diperlukan dalam penciptaan lapangan kerja dan kepastian dalam bekerja.” ungkap Airlangga dalam telekonferensi pers, di Jakarta, Rabu (7/10).
UU tersebut tidak hanya mempermudah pengusaha-pengusaha kelas kakap saja, namun juga untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang akan dipermudah ijinnya dalam mendirikan sebuah usaha baru dan dibantu untuk bisa bertransformasi dari sektor usaha informal menjadi formal.
“Kemudian UU memberikan banyak manfaat kepada pelaku usaha mikro dan kecil juga kepada rakyat dipermudah untuk membuka usaha baru, karena perijinannya hanya cukup dengan pendaftaran. UU ini juga mendorong pemerintah untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi dengan penyederhanaan dan memotong model perizinan yang berbelit-belit sehingga pungli bisa dikurangi dengan UU ini,” jelasnya.
Omnibus Law ini, ujar Airlangga telah diterapkan di banyak negara untuk memperbanyak lapangan pekerjaan dan mendorong iklim usaha yang kondusif di sebuah negara. Menurutnya, UU yang terbilang kontroversial di berbagai kalangan masyarakat ini akan menjadi solusi bagi Indonesia untuk keluar dari middle income trap.
“Kemudian kita ketahui bahwa Indonesia mempunyai target untuk lolos dari midle income trap dengan bonus demografi yang ada yang kita miliki saat ini, sehingga golden moment ini tidak kita kesampingkan, karena ini adalah momentum bagi Indonesia, apalagi saat sekarang kita sudah masuk dalam upper middle income country,” jelasnya.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meluruskan berbagai isu yang berkembang di masyarakat, antara lain soal pesangon jika karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja atau PHK.
“Kami memberikan kepastian kalau hak pesangon diterima dengan skema selain pesangon, pekerja juga dapat jaminan kehilangan pekerjaan yang ini enggak dikenal dalam UU 13/2003,” ujar Ida.
Dalam UU Cipta Kerja ini, besaran pesangon yang diberikan maksimal 25 kali gaji, lebih sedikit daripada pesangon yang diatur dalam UU nomor 13 tahun 2003 yakni 32 kali gaji. Rincian pesangon dalam UU Cipta kerja ini diberikan sebanyak 19 kali gaji oleh pemberi kerja dan enam kali gaji diberikan oleh pemerintah lewat skema jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang berasal dari APBN dan BPJS Ketenagakerjaan.
Dalam JKP, pekerja yang terkena PHK tidak hanya menerima benefit berupa uang tunai saja, namun juga pemberian pelatihan hingga akses informasi kerja.
“Ketika seseorang mengalami PHK, maka dia membutuhkan sangu atau pesangon dan dia diberikan cash benefit yang paling penting ketika dia mengalami PHK membutuhkan skill baru maka diberikan up skilling, maupun re skilling dan yang paling penting ketika orang mengalami PHK, yang dibutuhkan adalah akses penempatan, pasar kerja yang dimanage oleh pemerintah. sehingga kebutuhan dia ketika mengalami PHK maka dia akan mendapatkan kemudahan untuk memperoleh pekerjaan baru,” jelasnya.
Ia juga membantah bahwa UU ini akan mempermudah pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi pekerja maupun buruh. Menurutnya, UU Cipta Kerja tetap mengatur mengenai syarat dan ketentuan perusahaan dalam melakukan PHK, sesuai dengan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Dalam rangka memberi perlindungan pekerja atau buruh yang menghadapi proses PHK, UU Ciptaker tetap mengatur mengenai ketentuan persyaratan dan ketentuan PHK. Jadi tidaklah benar dipangkas ketentuan dan syarat PHK, tetap diatur sebagaimana UU 13/2003,” ujarnya
Ia pun mengatakan UU Cipta Kerja tetap memberikan ruang bagi serikat kerja dan buruh untuk memperjuangkan kepentingan anggotanya yang mengalami proses PHK. Ida menegaskan, pekerja atau buruh tetap menerima upah meskipun dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sampai putusan hukum.
Syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh dalam kegiatan ali daya atau outsourcing masih tetap dipertahankan, bahkan di UU Cipta Kerja dimasukkan prinsip pemberian perlindungan hak bagi pekerja atau buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alidaya sepanjang objek pekerjanya masih ada.
“Ini sesuai dengan putusan MK, nomor 27 tahun 2011. UU Cipta Kerja juga mengatur syarat-syarat perijinan terhadap perusahaan adidaya yang terintegrasi dalam sistem online single submission (OSS). Jadi bisa terkontrol yang selama ini, mungkin ada banyak perusahaan outsourching yang tidak terdaftar maka dengan UU ini pengawasan bisa kita lakukan dengan baik, karena harus terdaftar dalam sistem OSS,” jelasnya.
Menaker Akui Ada Pemotongan Waktu Istirahat
Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, pekerja wajib diberikan hak istirahat selama dua hari untuk 5 hari kerja, 8 jam sehari dan satu hari untuk 6 hari kerja 7 jam sehari. Dalam UU Cipta Kerja Pasal 29, hak istirahat dua hari dihapus.
Ida memastikan waktu istirahat sehari dalam seminggu tersebut, tidak berlaku di semua bidang pekerjaan. Ia hanya mengatakan hal ini berlaku bagi jenis pekerjaan yang terkait ekonomi digital.
“Ini kenapa di atur jadi, UU yang eksis tetap ada, tetapi kita mengakomodir tuntutan perlindungan bagi pekerja atau buruh pada bentuk hubungan kerja dan sektor tertentu yang di era ekonomi yang saat ini berkembang sangat dinamis, seperti yang disampaikan oleh Pak Menko tadi, jadi benar-benar kita mengakomodasi, kondisi ketenagakerjaan akibat adanya berkembang begitu cepatnya ekonomi digital,” ungkapnya.
Upah Minimum Tidak Dihapus
Ida juga menegaskan bahwa upah minimum tidak dihapus. UU Cipta Kerja ini, katanya tetap mengatur hak-hak dan perlindungan upah bagi pekerja atau buruh sebagaimana peraturan perundang-undangan.
“Jadi banyak yang berkembang, bahwa upah minimum dihapus. Jadi upah minimum ini tetap kita atur kemudian ketentuannya juga tetap mengatur UU 13 tahun 2003 dan PP 78 tahun 2015 memang selanjutnya akan diatur dengan peraturan pemerintah. Formula lebih detilnya diatur dengan peraturan pemerintah,” ujar Ida.
Peraturan pemerintah ini nantinya akan mengatur lebih rinci terkait dengan penentuan kebijakan dan formula pengupahan. Selain itu, akan ada penegasan variable dan penetapan upah minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
Ida juga memastikan upah minim kabupaten dan kota tidak dihapuskan sebagaimana kabar yang beredar di msyarakat.
“Selain itu, ketentuan terkait upah minimum kabupaten/kota juga tetap dipertahankan. Saya ulang untuk menegaskan, bahwa upah minimum kabupaten/kota, tetap dipertahankan,” tegasnya.
UU Cipta Kerja Sah, 153 Perusahaan Siap Investasi di Indonesia
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan pasca disahkannya UU Cipta Kerja oleh DPR RI ini, menarik minat banyak investor untuk berinvestasi di tanah air. Hal tersebut dibuktikan, dengan adanya 153 perusahaan yang siap menanamkan modalnya di Indonesia.
“Ada 153 perusahaan yang sudah siap masuk pasca pemberlakukan UU cipta kerja. Dengan 153 perusahaan tersebut otomatis akan banyak lapangan pekerjaan,” ujar Bahlil.
Target investasi pada tahun ini sebesar Rp817 triliun akan tercapai dengan adanya UU Cipta Kerja ini meskipun di tengah ketidakpastian akibat pandemi COVID-19. Adapun realisasi investasi, pada semester-I sudah mencapai 49 persen dari yang ditargetkan. “UU ini UU masa depan, bukan masa lampau, karena itu kami di BPKM yang ditugaskan untuk mengurus investasi, pintu masuknya adalah bagaimana investasi masuk untuk kemudian menciptakan lapangan pekerjaan,” pungkasnya.
(Bagus)