Bimata

Berawal Dari Dipukul Mundur Polisi, Pendemo DPRD Sultra Mulai Ricuh

BIMATA.ID, KENDARI– Ribuan massa yang menolak Omnibus Law di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra) Kota Kendari mulai berlangsung ricuh, Kamis (8/10). Bentrokan masih berlangsung hingga saat ini antara aparat dan para pedemo.

Aksi pelemparan batu hingga kayu membuat sejumlah bagian kantor DPRD Sultra hancur. Mulanya, para pedemo dari unsur buruh dan mahasiswa sempat menduduki halaman kantor gedung, namun dipukul mundur polisi antihuru-hara.

Usai diterima Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Shaleh, sebagian massa menarik diri. Namun beberapa di antaranya masih bertahan dan menggelar orasi.

Pukul 15.00 WITA, massa kembali mencoba masuk gedung DPRD Sultra untuk mengajukan protes terhadap pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Namun, situasi mulai memanas karena mahasiswa menganggap pernyataan dukungan Ketua DPRD Sultra menolak Omnibus Law politis belaka.

Massa yang kemudian memaksa masuk lantas dihalau oleh aparat keamanan yang berjaga. Massa kemudian protes dan melemparkan batu dan kayu ke arah gedung DPRD Sultra. Sejumlah kaca kantor dan papan nama gedung rakyat itu rusak. Polisi kemudian mencoba membubarkan massa menggunakan gas air mata. Akibatnya, massa berhamburan di jalanan.

Meski sudah ditembakkan gas air mata, mahasiswa kembali ke gedung DPRD Sultra dan melempar benda keras ke arah aparat. Hingga saat ini, bentrokan antara mahasiswa dan polisi masih berlangsung. Aparat beberapa kali menembakkan gas air mata ke arah massa. Sementara mahasiswa bertahan di jalan utama Kota Kendari dengan cara membakar ban bekas.

Menurut Madi dari aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO Cabang Kendari, UU Omnibus Law merupakan produk regulasi kapitalis yang diusulkan pemerintah dan disepakati oleh DPR RI.

Agenda kapitalis ini tidak bisa terpisahkan karena elit politik Indonesia adalah bagian dari pelaku kapitalis dan pemilik modal di Indonesia.

“Omnibus Law jelas aturan tidak pro rakyat. Lebih mengutamakan kepentingan kapitalis dari pada kaum buruh,” katanya.

Aktivis Fakultas Teknik UHO Kendari La Ode Rahmat Manangkiri menyebut, UU Omnibus Law adalah penghianatan terhadap rakyat.

“Jelas lebih banyak kerugian bagi buruh dan menguntungkan para pemilik modal. Buruh dengan gampang dikontrak tanpa waktu yang tidak jelas,” katanya.

UU Omnibus Law lebih mengutamakan kepentingan investasi terlihat dalam regulasi penguasaan atas tanah. Pemerintah bisa saja sewaktu-waktu menguasai tanah rakyat untuk kepentingan investasi.

“Ini berbahaya bagi kedaulatan atas tanah rakyat,” bebernya.

 

Exit mobile version