BIMATA.ID, Yogyakarta – Pesatnya laju pertumbuhan penduduk perkotaan khususnya Kota Yogyakarta menimbulkan permasalahan lingkungan. Kepadatan penduduk dan kurangnya fasilitas umum sampai saat ini masih menjadi masalah yang umum ada di wilayah perkotaan. Hal ini menimbulkan degradasi kualitas lingkungan akibat polusi dan sampah. Kesadaran penduduk yang masih jauh dari kata peduli masih dipertanyakan.
“Sudah berbagai program sosialisasi yang meluncur di masyarakat, namun masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat inilah yang perlu diperhatikan. Jika terus dibiarkan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan mengakibatkan rusaknya ekosistem asli dan lingkungan menjadi tidak sehat,” ungkap Dhian Novitasari, S.Pd, Wakil Ketua DPRD Kota Yogyakarta
Lanjutnya, di masa pandemi covid-19, diharapkan pemerintah hadir berperan dalam implementasi terkait program lingkungan bersih dan ketahanan pangan. Artinya masyarakat dilibatkan secara langsung dalam menjaga lingkungan dan mulai memanfaatkan halaman rumah dengan menanam tanaman atau istilahnya metode urban farming.
Salah satu cara yang saat ini banyak dilakukan masyarakat adalah dengan hidroponik. Kegiatan ini pun terbilang sederhana, hanya perlu memanfaatkan bahan bekas seperti pipa paralon, botol-botol bekas, atau semacamnya untuk dijadikan media tanam. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dan memanfaatkan sampah atau limbah yang ada di lingkungan.
Selain itu ada juga cara, aquaponik yang mengombinasikan antara hidroponik dan akuakultur. Jadi budidaya tersebut digabungkan antara sistem budidaya tanam dan pemeliharaan ikan. Akuaponik menjadi salah satu teknologi pertanian irit lahan dan air yang bisa dipadukan dengan beragam tanaman sayuran.
Wakil Ketua DPRD Kota Yogyakarta Fraksi Partai Gerindra, Dhian Novitasari S.Pd mengatakan konsep tersebut bisa selaras terlaksanakan harusnya atas support anggaran dari pemerintah maupun dana CSR dari BUMD yang ada di pemerintah kota.
“Kami selaku wakil masyarakat yang ada di DPRD berharap sinergi hal ini bisa dilaksanakan di seluruh masyarakat Kota Yogyakarta dan basisnya langsung tertuju misalkan 1 RW mempunyai 2 kelompok urban farming. Artinya dari hasil urban farming tersebut warga bisa langsung bisa memanen sendiri hasil yang mereka tanam,”tuturnya.
Jika konsep tersebut dapat dilaksanakan dengan baik di masyarakat. Dalam waktu tidak lama masyarakat akan merasakan manfaat dari program ini. Membuka paradigma yang ada bahwa warga kota juga mampu bercocok tanam dengan lahan yang seadanya, kedepannya dapat menjadi penopang hidup keluarga dan masyarakat di wilayah Kota Yogyakarta
“Selain tempat yang kembali asri, hijau dan segar, masyarakat juga mendapatkan pemasukan serta memiliki cadangan pangan sendiri,” tutupnya. [IBN]