OpiniHeadline

PKS Abstain Di Pilkada Solo, Pengamat Nilai Ini Bagian Dari Politik Pencitraan

BIMATA.ID, Jakarta – Direktur Eksekutif Nurjaman Center Indonesia Demokrasi (NCID), Jajat Nurjaman menilai, munculnya wacana Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang akan abstain pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Solo 2020 dan merencanakan kampanye golongan putih (Golput) tidak lebih merupakan bagian dari cara politik pencitraan.

Pasalnya, jika menilik dari geo politik Kota Solo, dengan hampir semua kekuatan politik yang mendukung Gibran Rakabuming Raka, maka hampir dipastikan tidak ada satu pun partai politik (Parpol) yang mau berkoalisi dengan PKS. Hal ini membuktikan ada kegagalan komunikasi politik yang dibangun PKS, sehingga ditinggal oleh Parpol lain.

“Pada dasarnya di negara kita Golput merupakan hak, namun partai politik mempunyai kewajiban, yakni melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. Jika benar kali ini PKS akan berkampanye Golput secara tidak langsung, PKS telah menunjukkan diri sebagai parasit bagi demokrasi, karena disatu sisi PKS adalah partai yang menikmati kekuasaan di Legislatif. Namun, disisi lain melakukan kampanye Golput, tentunya hal ini sangat bertolak belakang, mengingat kesuksesan proses demokrasi diukur dari partisipasi masyarakat,” ucapnya, dalam keterangan tertulis kepada redaksi bimata.id, Jakarta, Selasa (1/9/2020).

Jajat menyampaikan, kegagalan membangun komunikasi politik yang dilakukan PKS di Kota Solo, ini bukanlah kejadian pertama kali. Tentunya, publik masih ingat saat penentuan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta yang lalu, di mana PKS telah diberikan kesempatan secara terbuka oleh rekan koalisinya, yaitu Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) untuk mengusulkan nama pendamping Anies Baswedan dan terbukti nama yang disodorkan telah ditolak oleh mayoritas Fraksi di Dewan Pimpinan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta.

Bahkan, dikesempatan kedua ternyata calon dari PKS tetap ditolak hingga pada akhirnya calon Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta dari Partai Gerindra yang bisa diterima oleh mayoritas Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta.

“Kegagalan membangun komunikasi politik ini seharusnya dijadikan evaluasi, meskipun kita tahu tidak ada sanksi khusus bagi Parpol yang menyatakan abstain dalam Pilkada. Namun, sekali lagi jika harus mengorbankan proses demokrasi hanya demi kepentingan ego politik partai, saya kira itu sangat naïf, kecuali PKS memang sudah bukan lagi partai politik,” tandasnya.

[MBN]

Related Articles

Bimata