BIMATA.ID, JAKARTA- Indonesia pada tahun ini baru bisa memenuhi 19,5 persen dari target 23 persen penggunaan energi terbarukan, dari total campuran energi primer nasional pada 2025. Target ini seperti tertuang dalam Paris Agreement.
“Saat ini realisasi kita baru 19,5 persen dari target 23 persen, kita punya gap yang besar,” ujar Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Kementerian ESDM, Harris dalam Virtual Press Conference GNSSA 2.0: Siap Beratap Panel Surya.
Demi mencapai target tersebut pun tidak cukup untuk mengimplementasikannya dengan mengubah pemakaian listrik tenaga fosil menjadi energi terbarukan. Sebab jika pun hal itu dilakukan tetap tidak akan memenuhi target yang telah ditetapkan.
Sebaliknya, dalam hal ini pemerintah menggunakan strategi dengan menciptakan pasar baru yang memanfaatkan energi terbarukan.
“Target energi terbarukan ini menciptakan pasar baru karena kalau rencana PLN yang ada saat ini kalau diimplementasikan 100 persen belum juga bisa mencapai 23 persen,” jelas Harris.
Harris melanjutkan energi surya yang dikembangkan tidak berbatas pada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap (rooftop) saja.
Indonesia juga mulai mengembangkan PLTS atap dengan memanfaatkan lahan bekas tambang dan potensi lainnya.
“Ada konsep PLTS yang dibangun di atas waduk dan kita juga punya konsep untuk menggantikan atau mengurangi PLTU yang menggunakan batu bara,” tutur dia.
Harris menambahkan, pemerintah juga telah menjadikan daerah 3T untuk mengimplementasikan pengadaan listrik yang berasal dari energi terbarukan.
“Penggunaan diesel yang sekitar 2600 mw yang diimplementasikan di daerah 3T, itu memang kita mencoba melakukan penetrasi melalui mengganti atau melakukan hybrid, menggunakan PLTS,” sambung Harris.