BIMATA.ID, JAKARTA- Penyerapan anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) masih sangat rendah atau baru terealisasi 36,6%. Pemerintah pun melakukan realokasi anggaran agar dana PC-PEN Rp 695,2 triliun bisa terserap 100%.
Sekretaris Eksekutif Komite PC-PEN, Raden Pardede menjelaskan, pemerintah menambah alokasi pada sektor yang serapannya tinggi dan memangkas anggaran di sektor yang serapannya rendah.
Raden merinci, sektor yang akan ditambah anggarannya yakni sektor perlindungan sosial dan stimulus untuk UMKM. Namun, pemerintah juga ikut memangkas anggaran di tiga sektor yakni di kesehatan, sektoral kementerian/lembaga, dan pembiayaan korporasi.
Di mana alokasi dana perlindungan sosial naik dari Rp 203,9 triliun menjadi Rp 242,01 triliun. Sementara anggaran untuk menstimulasi UMKM naik dari Rp 123,46 triliun menjadi Rp 128,05 triliun.
Adapun untuk tiga sektor yang anggarannya dipangkas yakni sektor kesehatan dipangkas Rp 3,53 triliun dari Rp 87,55 triliun menjadi Rp84,02 triliun. Lalu, sektoral kementerian/lembaga diturunkan Rp 34,57 triliun dari Rp106,11 triliun menjadi Rp 71,54 triliun. Terakhir, pembiayaan korporasi diturunkan Rp 4,55 triliun dari Rp 53,6 triliun menjadi Rp 49,05 triliun.
Dilihat dari serapan tiga program tersebut, memang terbilang cukup rendah. Misalnya dana kesehatan, sampai dengan 16 September 2020 baru terserap 21,1%, Sektoral K/L baru terserap 42,2%, dan pembiayaan korporasi masih belum terserap atau 0%.
Selanjutnya, dana yang dipangkas dari tiga program tersebut akan disalurkan pada program perlindungan sosial. Meliputi, program subsidi gaji, subsidi gaji guru honorer, subsidi kuota internet, pernapasan diskon listrik, dan tambahan dana bergulir LPDB.
Sebagian, akan dialokasikan untuk bantuan kepada usaha mikro produktif dalam program dukungan kepada UMKM.
Untuk alokasi pada insentif usaha, pemerintah memprediksi bisa tersalurkan penuh 100% di tahun ini. Per 16 September lalu serapannya baru mencapai 18,43% dari pagu anggaran yang sebesar Rp120,61 triliun.
“Kami lihat dari program-program yang lain ada yang mungkin masih terlampau lambat, ada yang mungkin baru bisa dilakukan tahun depan. Sedangkan, kami perlu tahun ini untuk mendukung ekonomi dan kesehatan, jadi kami pakai [anggaran] itu,” jelas Raden.
Raden mengakui pemerintah menetapkan anggaran tersebut sebagai patokan awal (benchmarking) lantaran tidak memiliki pengalaman sebelumnya mengatasi kondisi pandemi yang penuh ketidakpastian ini. Alhasil, alokasi anggaran berubah menyesuaikan kondisi di lapangan.
“Kami tanya waktu itu, kami dialog dengan Menteri Keuangan, ini angka sebetulnya waktu kami desain dapat darimana angka ini, kami tidak tahu. Jadi, sebetulnya angka itu di awal kami taruh di situ hanya sebagai benchmarking atau sebagai angka dasar. Tentu ada dasarnya tapi persisnya secara detail kami belum tahu, karena kami belum pengalaman menangani pandemi seperti ini,” ucapnya.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartato melaporkan, per 17 September, realisasi PEN tercatat sebesar Rp 254,4 triliun. Angka serapan itu setara 36,6% dari pagu anggaran yang sebesar Rp 695,2 triliun.
“Realisasi anggaran PEN terjadi akselerasi pencairan anggaran yaitu Rp 254,4 triliun atau 36,6% dari pagu Rp695,2 triliun,” kata Airlangga