BIMATA.ID, JAKARTA- Berbagai kesulitan petani dalam bercocok tanam membuat para generasi selanjutnya enggan meneruskan usaha tersebut.
“Diperkirakan 10 tahun ke depan krisis petani. Selama ini pendapatan per bulan petani hanya Rp1,5 juta. Itu tidak cukup membiayai kebutuhan rumah tangga dan anak. Sedangkan nilai tawarnya rendah, biaya bercocok tanam makin tinggi. Padahal sektor pertanian yang menopang perekonomian Indonesia tetap berdenyut,” kata anggota Komisi IV DPR Luluk Nur Hamidah saat memberi sambutan di acara pelantikan Ketua Dewan Pimpinan Kabupaten Karanganyar Pemuda Tani HKTI 2020-2025 di gedung DPRD Karanganyar.
Dengan berdirinya Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), organisasi ini dituntut mampu mengurangi jurang pemisah antara pekerjaan bertani dengan pekerjaan lainnya. Para petani muda dan berintelektual diharapkan mengisi ruang-ruang kosong regenerasi petani. Sebab, petani tak boleh lagi hanya mengandalkan cara konvensional.
Wakil Ketua DPRD Karanganyar Anung Marwoko mengatakan persoalan petani saat ini tak hanya soal sulitnya mencari pewaris. Namun juga penyediaan kebutuhan pertanian.
“Cari air irigasi sulit. Lalu pupuk terkendala kartu tani. Saat panen, harga jatuh. Belum lagi hama dan obat yang datang selalu terlambat,” kata Anung.
Wajar jika generasi muda sekarang kurang berminat bercocok tanam. Dengan adanya organisasi Pemuda Tani HKTI, ia berharap itu menjadi solusi. Pemuda Tani bertugas mendampingi petani saat menemui masalah. Seperti, membantunya mendaftar kartu tani dan mengedukasi perlunya beralih ke sistem organik.