Bimata

Komoditas Kelapa Jadi Penyumbang Devisa Terbesar ke-4 Di Indonesia

BIMATA.ID, JAKARTA- Komoditas kelapa berkontribusi cukup besar sebagai sumber devisa negara dari sisi ekspor. Saat ini kelapa berada pada peringkat ke-4 sebagai penyumbang devisa setelah sawit, karet dan kakao.

Mengacu pada data BPS, pada triwulan ke-2 tahun 2020, ekspor kelapa Indonesia sebesar 988,3 ribu ton atau senilai US$ 519,2 juta. Angka volume ekspor ini tercatat meningkat 16% dan 17% dari sisi nilai ekspor dibandingkan periode yang sama tahun 2019.

Sebagian besar petani kelapa memproduksi kelapa dalam bentuk kopra. Sedangkan potensi produk turunan kelapa lainnya baik produk utama maupun produk samping sangat besar.

Melalui FGD Peningkatan Akses Pasar Serta Pengembangan Produk Utama dan Produk Samping Kelapa Berbasis Kelompok Tani pemerintah ingin menggali potensi-potensi produk turunan kelapa di provinsi sentra produksi kelapa untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia melalui kemitraan produksi dan pemasaran. Kegiatan ini merupakan rangkaian peringatan Hari Tani Nasional tahun 2020 yang dilaksanakan di Manado.

Direktur Jenderal Perkebunan Kasdi Subagyono menyatakan melalui FGD kelapa ini yang dituju tidak hanya persoalan nilai tambah produk kelapa tapi bagaimana mencari pasarnya, meningkatkan akses pasarnya.

“Untuk itu kita mengundang perwakilan dari ITPC Chennai India dan ITPC Shanghai China membicarakan potensi pasar dan hambatan ekspor produk kelapa Indonesia terutama di masa pandemi COVID-19, karena China dan India adalah 2 negara tujuan ekspor terbesar kelapa Indonesia,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Selasa (29/9/2020).

Lebih lanjut ia menjelaskan Direktorat Jenderal Perkebunan terus melakukan upaya akselerasi peningkatan ekspor 3x lipat (Gratieks) melalui peningkatan produksi, nilai tambah dan daya saing (Grasida). Tentunya ini dengan mengedepankan penguatan kelompok tani berbasis korporasi petani di kawasan pengembangan.

“Melalui penguatan kelembagaan petani ini akan ada jaminan standarisasi kualitas dan keberlanjutan usaha hingga peningkatan kesejahteraan petani sebagai outcome yang harus kita tuju. Terakhir kami berharap tercapainya kesepakatan kerja sama pada FGD kelapa yang akan ditandatangani mampu mendorong percepatan ekspor sehingga pada triwulan ke-4 tahun 2020, perekonomian negara dapat terdongkrak naik untuk mendukung pemulihan ekonomi pasca pandemi terutama di sektor pertanian,” paparnya.

Hal senada juga disampaikan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dedi Junaedi. Ia memaparkan tantangan pengembangan kelapa nasional tidak hanya persoalan produktivitas tetapi juga nilai tambah yang sangat butuh perhatian yang besar.

Di tengah pandemi ini pada hakikatnya produk kelapa seperti VCO semakin meningkat kebutuhannya karena memiliki kandungan antioksidan yang baik untuk daya tahan tubuh. Tentunya perlu inovasi-inovasi yang lebih baik lagi di sisi petani dan pelaku usaha agar produk kelapa ini mendapat branding yang positif dalam hal pemasarannya.

“Juga sabut kelapa yang memiliki potensi sangat besar untuk bahan baku industri jok & dashboard kendaraan, media tanaman dan alat rumah tangga lainnya,” imbuhnya.

Ia menambahkan peningkatan daya saing produk perkebunan khususnya kelapa dapat dilakukan selain melalui kegiatan promosi juga melalui upaya diplomasi perundingan baik dalam skema PTA, FTA maupun CEPA yang sedang berjalan dan akan dilakukan upaya inisiatif baru dengan negara lain secara bilateral dan regional.

Exit mobile version