Indonesia Paparkan Penanganan Covid-19 Di Pertemuan ASEAN
BIMATA.ID, JAKARTA- Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah mitigasi dengan berbagai cara dalam menangani dampak Covid-19 di sektor ketenagakerjaan. Langkah berupa kebijakan tanggap (rapid policy responses) Covid-19 bertujuan membangun kembali kondisi positif dan fokus pada pasar tenaga kerja dan institusi pasar kerja.
Penegasan tersebut dikemukakan oleh Dirjen Binalattas Budi Hartawan saat menjadi panelis dalam high-level Ministerial Conference on Human Resource Development (HRD) for the Changing World of Work ASEAN secara virtual, pada Rabu (16/9).
“Pemerintah Indonesia telah menggelontorkan anggaran sebesar Rp695,2 T untuk penanggulangan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional (PEN),” ujar Budi Hartawan.
Dirjen Budi Hartawan mengungkapkan dari jumlah Rp 695,2 triliun tersebut rinciannya yakni, sebesar Rp 87,55 triliun untuk anggaran kesehatan, anggaran perlindungan sosial Rp 203,9 triliun; insentif usaha Rp 120,61 triliun dan Rp 123,46 triliun disiapkan untuk sektor UMKM.
“Pembiayaan korporasi menjadi Rp 53,57 triliun, dan untuk dukungan sektoral K/L dan Pemda sebesar Rp 106,11 triliun,” ujar Budi Hartawan.
Budi Hartawan menjelaskan pandemi telah berdampak besar terhadap ekonomi Indonesia hingga menyebabkan kontraksi ekonomi sebesar 5,32 persen pada kuartal II-2020. Angka ini merupakan catatan terburuk sejak tahun1999 lalu. Terakhir kali Indonesia mengalami kontraksi ekonomi adalah pada kuartal I tahun 1999, sebesar 6,13 persen.
“Pandemi berdampak di seluruh wilayah Indonesia. Yang paling parah adalah provinsi Jawa Barat, yang terdapat banyak kawasan industri dan DKI Jakarta selaku pusat ekonomi Indonesia,” katanya.
Beberapa langkah untuk penanganan dampak pandemi Covid-19 di antaranya mengalokasikan dana untuk penanganan Covid-19 sebesar 46,6 miliar dolar AS, termasuk stimulus ekonomi bagi para pelaku usaha sejumlah 17,2 miliar dolar AS.
Kedua, menyediakan program berupa insentif pajak penghasilan, relaksasi pembayaran pinjaman/kredit, dan dalam waktu dekat akan dikeluarkan kebijakan relaksasi iuran jaminan sosial ketenagakerjaan untuk meringankan sekitar 56 juta pekerja sektor formal.
Ketiga, menyediakan jaring pengaman sosial bagi pekerja sektor informal. Pemerintah memberikan bantuan sosial kepada 70,5 juta pekerja sektor informal yang termasuk dalam kategori miskin dan rentan.
Keempat, memprioritaskan pemberian insentif pelatihan melalui program kartu pra-kerja bagi pekerja yang ter-PHK. Pemerintah telah memberikan insentif pelatihan dengan target tahun ini sebanyak 3,5-5,6 juta penerima manfaat dan hingga saat ini telah terealisasi lebih dari 680 ribu penerima manfaat didominasi oleh pekerja ter-PHK.
Kebijakan kelima yakni memperbanyak program perluasan kesempatan kerja seperti padat karya tunai, padat karya produktif, terapan Teknologi Tepat Guna (TTG), Tenaga Kerja Mandiri (TKM), dan kewirausahaan, yang dimaksudkan untuk penyerapan tenaga kerja.
Keenam, perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia, baik yang sudah kembali ke Indonesia maupun yang masih berada di luar negeri. Ketujuh, menyediakan panduan/pedoman yang ditujukan bagi perusahaan dan pekerja.
Budi Hartawan menambahkan untuk menjalankan lifelong learning, pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan kebijakan triple skilling. Yakni skilling, menargetkan calon pekerja agar memiliki keterampilan untuk bekerja. Upskilling, menargetkan pekerja untuk meningkatkan keterampilan agar tetap up to date dengan perkembangan teknologi maupun untuk pengembangan career. Re-skilling, menargetkan pekerja ter-PHK yang terdampak perubahan teknologi atau yang ingin alih pekerjaan.
Dalam sambutannya, Budi Hartawan mengatakan Kemnaker pada prinsipnya mendukung upaya Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Pendidikan ASEAN dalam meningkatkan HRD untuk kemajuan dunia kerja khususnya dalam menghadapi future of work sekaligus dalam menghadapi dampak penyebaran Covid-19.
“Negara ASEAN perlu meningkatkan SDM melalui peningkatan pelatihan dan keterampilan, melalui pendidikan, dengan bekerja sama dengan sektor swasta, mitra sosial, industri, lembaga sosial, maupun organisasi internasional untuk menjawab peluang dan tantangan dalam hal HRD,” ujarnya.
Budi Hartawan menjelaskan pertemuan ini diselenggarakan oleh Kementerian Tenaga Kerja, Penyandang Disabilitas dan Kesejahteraan Sosial, Pemerintah Vietnam (MOLISA) bekerja sama dengan ASEAN Sekretariat bertujuan untuk membahas dan mengesahkan roadmap HRD for the Changing World of Work.
“Sebelumnya juga sudah dibahas di tingkat pejabat senior bidang tenaga kerja dan bidang pendidikan pada tanggal 15 September 2020 secara virtual,” katanya.
Roadmap HRD for the Changing World of Work, yang telah disahkan pada pertemuan tingkat Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Pendidikan ini merupakan tindak lanjut dari ASEAN Declaration on the HRD for the Changing of World yang sudah di adopsi pada tingkat Menteri ASEAN. Bahkan pada pimpinan tingkat tinggi yaitu ASEAN Leaders’ Summit pada bulan Juni 2020 lalu.
“Hal ini merupakan hasil kerja para Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pendidikan ASEAN sekaligus merupakan capaian Pemerintah Vietnam sebagai Ketua ASEAN 2020,” ujarnya.