Opini

Budaya Oligarki Melahirkan Pemimpin Koruptif

Ketua Forum Pemuda Nasional
Yusmar Abdilah

Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif di pegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. 

Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Yunani untuk “sedikit” dan “memerintah”, (KBBI;Oligarki). Dalam istilah lain, oligarki juga dapat diartikan sebagai sebuah struktur pemerintahan dimana kekuasaan berpusat pada sekelompok orang. 

Seringkali golongan ini mengendalikan kekuasaan sesuai dengan kepentingan mereka sendiri. Sementara menurut Aristoteles, oligarki, yang makna literalnya dapat diterjemahkan menjadi “kekuasaan oleh segelintir orang,” merupakan manifestasi dari pemerintahan yang buruk. 

Oleh karena sifatnya yang elitis dan eksklusif, oligarki seringkali tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat luas dan yang membutuhkan. 

Dalam kontestasi Pilkada 2020 terdapat beberapa gambaran besar oligarki yang terjadi di Indonesia, hal itu terlihat pada majunya keluarga dari Presiden sampai Kepala Daerah yang mencalonkan diri dalam kontestasi politik tersebut.  

Selain bentuk oligarki, hal tersebut juga termasuk dalam kegiatan nepotisme dan cenderung dekat dengan perilaku koruptif, serta dinilai tidak sehat dalam sistem demokrasi yang ada di Indonesia. Politik oligarki cenderung menggunakan cara yang lebih halus dari pelimpahan kekuasaan zaman monarki, tetapi beraksi dengan cara menunggangi prosedur demokrasi. 

Berikut rangkuman siapa saja keluarga pejabat yang maju di Pilkada 2020, diantaranya yaitu: Gibran Rakabuming Raka (Anak Jokowi), Bobby Nasution (Menantu Jokowi), Siti Nur Azizah (Anak Maruf Amin), Hanindhito Himawan Pramana (Anak Pramono Anung), Ipuk Fiestiandani (Istri Bupati Banyuwangi), Rahayu Saraswati (Keponakan Prabowo), Doly Sinomba SIregar (Paman Bobby), Irman Yasin Limpo (Adik Syahrul Yasin Limpo),  Pilar Saga Ichsan (Putra Atut/Keponakan Airin), Kustini Sri Purnomo (Istri Sri Purnomo), Aldrin Ramadian (Adik Airin), Titik Masudah (Adik Ida Fauziah), dan Ratu Tatu Chasanah (Adik Atut).

Dalam demokrasi tidak ada larangan bagi siapapun untuk maju dalam perhelatan pemilihan umum seperti Pilkada, Aturan ini dimanfaatkan dengan baik oleh Petahana yang berkeinginan merawat dinasti politiknya. 

Didukung oleh pengaruh kekuasaan dan kemampuan modal, para petahana tersebut bisa leluasa mendorong keluarga mereka untuk maju dalam pemilihan, walaupun hasilnya belum tentu berhasil,  namun banyak yang menjadi pemenang. Akhirnya kekuasaan terjadi secara turun-temurun, dan ini merupakan bentuk oligarki yang ada di Indonesia. 

Tapi jangan salah, yang lebih tinggi dari aturan adalah etik, disinilah pentingnya pemahaman tentang etika dalam berpolitik, sudah cukup negeri ini merasakan mimpi buruk dari sistem oligarki pada masa lampau. 

Untuk itu publik harus menjadikan momentum pilkada ini untuk bersama-sama menghilangkan pengaruh oligarki yang pada akhirnya melahirkan kebijakan koruptif dan tidak memberikan manfaat bagi publik, karena sesungguhnya oligarki adalah parasit dalam sebuah demokrasi.

(****)

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close