BeritaBisnisEkonomiEnergiNasional

Pro Kontra Biofuel Sawit

BIMATA.ID, JAKARTA- Penerapan kewajiban pencampuran bahan bakar diesel atau solar dengan FAME (Fatty Acid Methyl Ester) ini telah diberlakukan sejak Januari 2020. Mandatori B-30 ini dinilai akan menghemat devisa negara sebesar US$4,8 miliar atau Rp67,2 triliun, meningkatkan nilai tambah CPO sebesar Rp63,39 triliun, menyerap 1,2 juta tenaga kerja, dan mengurangi 14,25 juta ton emisi CO2 (karbon dioksida).

Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraannya di Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada Jumat (14/8) silam kembali menyebut pentingnya biofuel (BBN) berbasis CPO (minyak sawit mentah) sebagai salah satu program andalan. Melalui kebijakan mandatori B-20 dan B-30, Jokowi mengharapkan kemandirian energi dan tak lagi bergantung pada impor BBM.

“Pertamina bekerja sama dengan para peneliti telah berhasil menciptakan katalis untuk pembuatan D100, yaitu bahan bakar diesel yang 100% dibuat dari minyak kelapa sawit, yang sedang uji produksi di dua kilang minyak kita. Ini akan menyerap minimal satu juta ton sawit produksi petani untuk kapasitas produksi 20.000 barrel per hari,” kata Jokowi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah berencana mengimplementasi penggunaan B-40 pada Juli 2021 mendatang. B-40 ini merupakan campuran dari solar (60%), B-30 (30%), dan D-100 (10%).

“Tentu proyek biodiesel perlu komitmen stakeholder baik pemerintah sebagai regulator, BPDP (Badan Pengelola Dana Perkebunan) Kelapa Sawit, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), hingga Pertamina juga produsen migas lainnya,” ungkapnya

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Medali Emas Manurung mengungkapkan program B-30 mendorong pemintaan di dalam negeri. Setelah kebijakan mandatori B-30, serapan dalam negeri meningkat dari 18% menjadi 25%.

“Dengan sendirinya B-30 itu sudah membantu petani untuk memperbesar daya manfaat TBS (tanda buah segar) petani, sesuai hukum ekonomi supply and demand,” ujarnya.

Imbasnya, harga TBS di tingkat petani mengalami peningkatan. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Riau, harga TBS umur 10-20 tahun di Riau berkisar antara Rp1.400-Rp2.200 per kilogram selama Semester I 2020, lebih tinggi dari Semester I 2019 yang hanya berkisar Rp1.300-Rp1.600 per kilogram.

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close