BIMATA.ID, Jakarta – Direktur Eksekutif Nurjaman Center Indonesia Demokrasi (NCID), Jajat Nurjaman mengatakan, tren anak dan mantu hingga keponakan pejabat negara atau petinggi partai yang maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020, telah menunjukan jika demokrasi tidak sepenuhnya bisa menghilangkan pengaruh oligarki, bahkan bisa dikatakan kini malah bertumbuh kembang dengan leluasa.
“Dalam praktiknya, kekuasaan yang lahir dari oligarki hanya menimbulkan ketimpangan, karena kekuasaan hanya dimanfaatkan untuk kepentingan kelompoknya. Hal ini bisa kita lihat seperti kekuasaan yang terjadi di wilayah Banten, yang mana terdapat dominasi dari keluarga Tubagus, meskipun pada dasarnya tidaklah merupakan suatu pelanggaran aturan. Namun, dari hasilnya kita bisa lihat, bagaimana ketika oligarki ini terus berkuasa malah melahirkan kebijakan yang koruptif,” kata Jajat, dalam keterangan tertulis kepada redaksi bimata.id, Jakarta, Kamis (27/8/2020).
Kehadiran para tokoh nasional yang berada di belakang layar calon Kepala Daerah (Cakada), dianggap sebagai keuntungan untuk mendompleng suara dalam Pilkada. Bahkan, yang menarik ketergantungan kepada sosok figur di belakang layar ini terkadang menampilkan poin utama, yakni mengukur sejauh mana kapasitas dan kapabilitas Cakada yang sedang bertanding.
“Saya kira, Pilkada 2020 bisa dijadikan momentum tepat bagi rakyat untuk menentukan calon pemimpinnya 5 tahun yang akan datang. Apakah rakyat akan melihat track record secara seksama atau hanya bergantung kepada sosok figur di belakang layar?. Namun, yang pasti selama oligarki bertumbuh kembang dalam demokrasi, maka selama itu pula kesenjangan akan terus terjadi,” ujar Jajat.
[MBN]