Bimata

Gandeng Milenial Kelola Sawit Energi Nasional

BIMATA.ID, JAKARTA- Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung meminta BPDPKS menggandeng milenial untuk kembangkan sawit menjadi energi alternatif ramah lingkungan.

Industri sawit tanah air diharapkan mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja. Di samping itu perindustrian ini juga dianggap mampu menekan angka kemiskinan dan menciptakan alternatif energi yang lebih ramah lingkungan.

Hal ini disampaikan Direktur Penghimpunan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Sunari dalam webinar bertajuk ‘Menakar Masa Depan Petani Sawit Lokal Di Tengah Maraknya Penguasaan Lahan Oleh Korporasi’. Diskusi ini diselenggarakan oleh Rumah Milenial Indonesia (RMI).

Berharap agar BPDPKS berkolaborasi dengan kelompok milenial misalnya Rumah Milenial Indonesia untuk membumikan sawit sebagai energi alternatif sekaligus mensosialisasikan potensi industri sawit kita.

“Kami di BPDPKS sedang berusaha mendorong percepatan peremajaan sawit rakyat. Data kami juga menunjukan ada 4,2 juta pekerja yang diserap oleh industri sawit secara langsung dan 12,2 juta pekerja yang diserap secara tidak langsung. Di samping itu sawit juga mampu menjadi alat untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs), yang mampu menekan angka kemiskinan serta menciptakan energi alternatif yang ramah lingkungan,” ujar Sunari melalui siaran pers yang diterima Tagar, Minggu, 2 Agustus 2020.

Dia menambahkan, sawit juga dapat mereduksi karbon dan menjadi ekosistem bagi flora dan fauna.

Selain itu, Amrul Khoiri mewakili Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menjelaskan tentang kurangnya pengetahuan petani sawit terhadap benih dan regulasi. Ia juga memaparkan temuan data bahwa di tahun 2019, perkebunan sawit Indonesia menghasilkan 34,71 juta ton sawit yang kemudian mendatangkan devisa sebesar 23 miliar USD.

“Kelemahan petani sawit kita ialah kurangnya pengetahuan tentang benih dan regulasi. Hal ini tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mengedukasi petani sawit kita, agar produksi sawit bisa terus ditingkatkan,” ucap Amrul.

“Seharusnya dengan devisa sebesar 23 Miliar USD yang disumbangkan oleh industri sawit kepada Negara, kesejahteraan petani sawit dapat ditingkatkan,” katanya menambahkan.

Amrul menegaskan, Apkasindo sudah lebih dulu berjuang dengan melakukan pencatatan, pendaftaran, pengukuran, serta advokasi lahan-lahan sawit milik rakyat dan petani swadaya.

Di forum yang sama, Achmad Surambo, Deputi Sawit Watch mengungkap sejumlah persoalan dalam tata kelola industri sawit. Di antaranya ialah industri sawit dalam negeri banyak dipengaruhi oleh modal asing serta lemahnya aturan hukum tentang penguasaan sawit di Indonesia jika berhadapan dengan korporasi.

“Perlu menjadi perhatian kita semua, bahwa tata kelola industri sawit kita belum menunjukkan keberpihakan kepada petani swadaya ataupun pengusaha lokal, karena justru pengaruh modal asing sangat menentukan industri sawit saat ini,” ujarnya.

Dia menerangkan, industri sawit merupakan perindustrian yang strategis, sehingga penanganannya harus secara profesional dan terukur.

“Industri sawit ini sangat strategis dan diharapkan mampu menjadi salah satu tulang punggung ekonomi bangsa, namun jika penanganannya tidak profesional dan terukur, kita bisa kalah bersaing dengan negara-negara penghasil sawit lainnya,” ucapnya.

Exit mobile version