Bimata

Anjloknya Harga Sayur Dampak Dari Kondisi Ekonomi Nasional Yang Terpuruk

BIMATA.ID, JAKARTA- Pandemi Covid-19 telah memukul telak kehidupan para petani. Pendapatan mereka anjlok, sayuran dari hasil panennya dibiarkan membusuk lantaran harga jual membuatnya merugi.

Tihar (48 tahun) petani asal Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengatakan, semenjak pandemi COVID-19 mewabah di Indonesia, daya beli sayur perlahan menurun. Keringat bau pupuk yang setiap hari bercucuran basahi tubuhnya menguap sia-sia.

“Sekarang harga sayuran turun, tomat yang normalnya Rp9 ribu kini menjadi Rp600 per kilogram. Harga cabai juga murah Rp7 ribu per kilogram. Lalu brokoli Rp4 ribu dari normalnya Rp9 ribu dan lobak Rp1 ribu,” keluh Tihar.

Anjloknya harga sayuran menurut Tihar disebabkan karena kondisi ekonomi yang sedang terpuruk. Keterpurukan ekonomi itu menyebabkan daya beli masyarakat turun. Jika kondisi ini tidak berubah dalam dua bulan ke depan, diperkirakan para petani menengah ke bawah akan mengalami bangkrut karena kehabisan modal.

“Karena kondisinya kaya gini dan bikin stres gara-gara mikirin harga, lebih baik saya diam di rumah. Enggak usah ke kebun dulu,” kata Tihar.

Modal sejak awal penanaman hingga masa panen yang telah dikeluarkan mencapai Rp130 juta. Sedangkan penghasilan yang diperoleh saat panen kali ini masih di bawah Rp5 juta rupiah.

“Jika hasil panen memuaskan, minimal harga tomat Rp5 ribu, saya bisa menutup biaya operasional selama masa tanam. Tetapi sekarang belum balik modal,” ujarnya.

Di saat kondisi petani sedang diambang kebangkrutan, pemerintah daerah hingga saat ini belum menunjukkan perannya karena janji menyejahterakan petani hanya sekadar omongan saja.

“Mau sejahtera gimana, karena di saat kami sekarat, pemerintah belum pernah turun untuk membantu. Maka sekarang waktu yang tepat menolong kami,” ucap Tihar.

Exit mobile version