Bimata

Sampah RDF Jadi Pengganti Batu Bara

BIMATA.ID, JAKARTA- Akhirnya tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) refuse-derived fuel (RDF) di Desa Tritih Lor, Kecamatan Jeruklegi, Cilacap, Jawa Tengah (Jateng) mulai dioperasikan. Fasilitas RDF ini berada pada areal seluas 3 hektare dan merupakan yang pertama kalinya di Indonesia dengan menelan biaya investasi Rp90 miliar. Bahkan disebutkan jika RDF merupakan tonggak baru dalam penanganan sampah di tanah air.

Pembangunan RDF yang berada di Cilacap melibatkan berbagai kementerian seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kedutaan Besar Denmark-DANIDA, Pemprov Jateng, Pemkab Cilacap dan PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) yang sebelumnya bernama Semen Holcim.

RDF merupakan teknologi pengolahan sampah melalui proses homogenizers menjadi ukuran yang lebih kecil. Hasilnya sebagai sumber energi terbarukan dalam proses pembakaran, sebagai pengganti batu bara. Pada saat peresmian, ada sejumlah menteri yang hadir di antaranya adalah Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Arifin Tasrif, dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Rahmawati mengatakan bahwa pengolahan sampah dengan sistem RDF merupakan tonggal baru pengelolaan sampah di Indonesia. Dengan memproses menjadi RDF, maka akan sangat mengurangi pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA). “Bahkan, dengan adanya RDF sampah dapat diolah menjadi energi,” jelasnya.

Dengan mengubah sampah menjadi RDF, maka produknya dapat sebagai pengganti batu bara dalam industri semen maupun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Inilah mengapa disebut sebagai tonggak sejarah baru pengolahan sampah, karena produknya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

“Potensinya sangat besar, apalagi di Indonesia ada 34 titik pabrik semen dan 50 lebih PLTU. Dalam satu hari, ada 28 ribu ton sampah yang dapat diolah,” ujarnya.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa jika produk sampah RDF ini akan dapat dijadikan bahan bakar di PLTU, sehingga akan mengurangi konsumsi batu bara.

“Dari studi yang saya lihat, hasil olahan sampah ini, paling tidak akan memberikan substitusi 3% dari kebutuhan batu bara. Sehingga sangat membantu, apalagi, biayanya lebih murah jika dibandingkan dengan batu bara,”ujarnya.

Biaya produksi olahan sampah dengan sistem RDF membutuhkan Rp300 ribu/ton setiap harinya atau sekitar 20 US dollar. Sedangkan untuk batu bara, dalam satu ton mencapai 40-50 US dollar. Padahal nilai kalorinya sampai 3.000 kalori per ton.

“Dengan begitu, maka biaya produksi pengolahan sampah menjadi RDF lebih efisien jika dibandingkan dengan memakai batu bara,” katanya.

Exit mobile version