Premium dan Pertalite Mau Dihapus?
BIMATA.ID, JAKARTA- Wacana penghapusan BBM jenis Premium dan Pertalite mengemuka belakangan. Tidak tanggung-tanggung, wacana itu menuai pertanyaan dari anggota Komisi VII DPR RI dalam sejumlah rapat dengan stakeholder ESDM sepekan belakangan.
Menurut Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Demokrat Sartono Hutomo, kabar penghapusan itu menjadi pertanyaan banyak orang.
“Menghapus dan menghilangkan Premium dan Pertalite saya rasa ini juga hal yang sangat mengejutkan bagi masyarakat. Ini kan masyarakat luas pakai ini,” kata Sartono.
Lebih lanjut, dia menduga, ada upaya untuk menghilangkan BBM subisidi dengan menggunakan dalih lingkungan hidup.
Anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika mengungkapkan, apabila dua jenis BBM itu dihilangkan, maka harga Pertamax harus diturunkan. Misalnya dari harga sebelumnya sekitar Rp 10.000/liter menjadi Rp 8.000/liter.
“Mana yang lebih baik, pertamax diturunkan atau premium dihilangkan, kita tahu sama saja kalau subsidi premium merusak lingkungan,” ujar Kardaya.
Kemarin, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (1/7/2020).
Dalam bahan presentasi yang didapat CNBC Indonesia, terungkap bahwa tidak banyak lagi negara di dunia yang menggunakan BBM RON 88 atau yang dikenal dengan Premium, termasuk Indonesia.
Ketujuh negara itu adalah Bangladesh, Kolombia, Mesir, Mongolia, Ukraina, Uzbekistan, dan Indonesia. Dari sisi PDB per kapita, Bangladesh memiliki GDP US$ 1.698, Kolombia US$ 6,687, Mesir US$ 2.549, Mongolia US$ 4.121, Ukraina US$ 3.095, Uzbekistan US$ 1.532, dan Indonesia US$ 3.893.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN, hanya Indonesia yang masih menjual BBM RON 88. Selain itu yang dijual adalah BBM RON 89, BBM RON 90, BBM RON 92, BBM RON 95, dan BBM RON 86 atau total enam produk.
Di Singapura, minimal yang dijual adalah BBM RON 92. Sementara di Malaysia, minimal yang dijual, yaitu BBM RON 95 dan BBM RON 97. Kemudian di Thailand (BBM RON 91 & BBM RON 95), Filipina (BBM RON 91, BBM RON 95, dan BBM RON 100), Vietnam (BBM RON 92, BBM RON 95, dan BBM RON 98).
Sementara itu, di dalam Perjanjian Paris dalam konferensi perubahan iklim beberapa tahun lalu, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi hingga 29% di tahun 2030. Sebagai langkah konkret, diterbitkan Permen Kementerian Lingkungan Hidup Nomor 20 tahun 2017 yang menyarankan standar minimal RON 91 untuk produk gasoline sesuai dengan standar EURO 4.
Dalam bahan paparan itu juga terdapat tiga tahap yang disiapkan oleh Pertamina untuk menghapus Premium hingga Pertalite (BBM RON 90).
Pertama, pengurangan BBM RON 88 disertai dengan edukasi dan campaign untuk mendorong konsumen menggunakan BBM RON 90.
Kedua, pengurangan BBM RON 88 dan 90 di SPBU disertai dengan edukasi dan campaign untuk mendorong konsumen menggunakan BBM di atas RON 90.
Ketiga, simplifikasi produk yang dijual di SPBU hanya menjadi dua varian yakni BBM RON 91/92 dan BBM RON 95.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan akan ada perubahan sangat besar dalam industri migas dunia. Apalagi ditambah adanya pandemi Covid-19.
“Energi fosil akan peak 2030, renewable energy akan meningkat. Perubahan tidak lama lagi 10 tahun. Tidak bisa bicara tentang eksisting bisnis fossil fuel dengan renewable energy diletakkan dalam fokus yang sama,” kata Nicke.
Terkait hal ini, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, BBM jenis Premium dan Pertalite masih akan tersedia. Kendati begitu, Arifin bilang sudah tidak banyak lagi negara yang menggunakan BBM jenis itu alias hanya enam negara termasuk Indonesia.
“Ke depannya akan ada penggantian untuk menggunakan energi yang lebih bersih yang dampaknya bisa meringankan beban lingkungan,” kata Arifin.
Komisari Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menegaskan jika BBM jenis Premium sudah banyak ditinggalkan. Menurutnya hanya tujuh negara miskin yang masih memproduksi premium. BBM RON rendah, lanjut Ahok, berdampak buruk pada lingkungan dan kesehatan.
“Polusi banget kalau orang ngisep kena kanker paru-paru macam-macam. Nambah-nambah jebolnya biaya BPJS Kesehatan juga. Orang hidup sehat ya dicabut gitu loh sediakan transportasi umum yang murah dan banyak,” kata Ahok dalam podcast cuap cuap cuan CNBC Indonesia.
Ahok mencotohkan di Jakarta. Ketika masih menjabat sebagai gubernur, ia menyediakan rumah susun hingga menggratiskan TransJakarta bagi orang miskin. Efeknya, orang miskin tidak butuh ongkos untuk transportasi, sehingga bensin tidak lagi dibutuhkan.
“Kenapa subsidi bensin, dibeli orang dicampur sama Pertamax, dari oktan 88 jadi oktan 90 dia jualan. Tapi kalau mau kita cabut dia bilang tidak berpihak pada orang miskin. Kan lucu kan,” ujar Ahok.