BIMATA.ID, JAKARTA- Provinsi Jawa Tengah kembali populer dan menjadi trending serta mengalihkan perhatian para investor properti. Hal ini terjadi usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pembangunan Kawasan Industri (KI) Terpadu Batang di Kabupaten Batang, pada Selasa 30 Juni lalu.
Sebelumnya, nama Jawa Tengah sempat muncul pada 2019 saat disebut sebagai tempat relokasi 33 perusahaan multinasional yang hengkang dari Tiongkok. Sayangnya, pada akhirnya tak ada satu pun perusahaan yang merealisasikan investasinya.
Meski begitu, provinsi yang dipimpin Ganjar Pranowo ini tetap dilirik banyak investor. Buktinya, PT PP (Persero) Tbk, PT Kawasan Industri Wijayakusuma (Persero), dan PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) berkongsi membangun KI Terpadu Batang. Selain itu, masih ada banyak nama besar lain yang mengikuti.
Salah satu perusahaan yang melirik pesona Jawa Tengah adalah Argo Manunggal Group. Konglomerasi yang dimiliki taipan The Nin King ini bakal merealisasikan rencananya mengembangkan KI Aviarna pada Kuartal III-2020.
Adapun KI Aviarna adalah kawasan industri kedua setelah MM2100 yang mereka bangun bersama Marubeni (perusahaan multinasional asal Jepang). KI Aviarna berlokasi di dekat Bandara Internasional Ahmad Yani dan dirancang seluas 460 hektar dengan konsentrasi pada industri aviasi.
Di dalam KI Aviarna terdapat area untuk perbaikan pesawat atau maintenance repair overhaul (MRO), kawasan dry port, area komersial, dan kawasan mangrove yang dijadikan sebagai tempat wisata.
Sebelum Argo Manunggal Group masuk, PT Jababeka Tbk telah lebih dulu ‘menginjakkan kaki’ di Jawa Tengah. Mereka menggarap KI Kendal atau Kendal Industrial Park yang luasnya 2.200 hektar. PT Jababeka Tbk sendiri menggandeng Sembawang Corporation Development Ltd, BUMN asal Singapura, dan membentuk PT Kawasan Industri Kendal.
KI Kendal ini mendapat dukungan didukung penuh oleh Pemerintah Singapura dan Indonesia. Makanya tak mengherankan apabila peresmian pembukaannya pada 16 November lalu dilakukan oleh PM Singapura Lee Hsien Loong dan Presiden Jokowi.
Hingga saat ini, ada 61 perusahaan yang beroperasi di KI Kendal dan menyerap ribuan tenaga kerja lokal. Apabila nantinya KI Terpadu Batang dan KI Aviarna beroperasi, maka secara keseluruhan terdapat 11 kawasan industri di Jawa Tengah.
Adapun sembilan KI lainnya, antara lain KI Wijayakusuma milik PT Kawasan Industri Wijayakusuma (Persero), KI Kendal garapan PT Kawasan Industri Kendal, dan Taman Industri Jatengland Sayung (PT Jawa Tengah Lahan Andalan).
Kemudian BSB Industrial Park (PT Karyadeka Alam Lestari), KI Candi (PT Indo Perkasa Usahatama), dan Zona Pemrosesan Ekspor Tanjung Emas (PT Lamicitra Nusantara). Berikutnya KI Terboyo (PT Merdeka Wirastama), LIK Bugangan Baru Semarang (PT Tanah Makmur), dan KI Wonogiri (PT Kawasan Industri Wonogiri).
Kendati masih belum bisa menyaingi Jawa Barat, tapi Jawa Tengah memiliki menjadi pusat pertumbuhan KI baru berskala nasional. Bahkan, menurut Senior Associate Director Industrial Services Colliers International Indonesia Rivan Munansa, pertumbuhan industri di Jawa Tengah tak akan lama karena karena dukungan infrastruktur yang sangat masif.
Dukungan infrastruktur itu, antara lain Jaringan Tol Trans-Jawa, Pelabuhan Laut Internasional Tanjung Mas, Bandara Internasional Ahmad Yani yang telah mengalami perluas untuk terminal penumpang, rencana Tol Semarang-Demak, dan jalan nasional non-tol lintas utara, tengah, dan selatan.
“Selain itu, upah minimum provinsi (UMP) Jawa Tengah masih kompetitif dibanding Jawa Barat. Jadi, KI di sini masih cocok untuk jenis padat karya atau labour intensive,” ucap Rivan, sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Selasa, 7 Juli 2020.
Sebagai informasi, UMP Jawa Tengah pada 2020 besarnya Rp1,7 juta. Sementara UMP Jawa Barat Rp 1,8 juta. Hal ini pun berlaku untuk upah minimum masing-masing kota/kabupaten (UMK), jika harus dibandingkan antara Batang, Kendal, dan Semarang dengan Bekasi, Karawang, dan Purwakarta masih jauh lebih rendah.
UMK Batang, Kendal, dan Semarang ada di level Rp2 juta hingga Rp2,7 juta. Sedangkan UMK Bekasi, Karawang, dan Purwakarta ada di kisaran Rp4 juta sampai Rp4,5 juta. Rivan menambahkan, faktor lainnya adalah harga lahan industri yang kian kompetitif. Tentu ini akan jadi bahan pertimbangan investor.
Meskipun begitu, harga lahan murah saja tidaklah cukup. Pemprov Jawa Tengah pun harus mendukung KI-KI ini agar meningkatkan kualitasnya, yakni dari segi pengelolaan yang profesional dan kelengkapan infrastruktur dan fasilitasnya.
“Jika ingin menarik lebih banyak lagi investor dan perusahaan asing harus mau berkompetisi secara ketat dengan meningkatkan daya saing berupa kualitas agar setara dengan KI-KI di Jawa Barat,” ujar Rivan.