OpiniPertanianPolitikRegional

Calon Bupati Sleman Bercengkrama Langsung Dengan Petani Lahan Kering

BIMATA.ID, JAKARTA- Bakal Calon Bupati Sleman Danang Wicaksana Sulistya (DWS) dipaksa mencicipi lemper oleh Wagiyem (82) saat tidak sengaja melintas di depan rumahnya di wilayah Kaliurang Timur, Minggu (26/7).

Monggo pinarak, punika lemper sangking ketan tegesipun supados raket anggenipun pasederekan, (silakan duduk, ini kue lemper dari ketan, maknanya supaya rekat persaudaraan kita)” kata Wagiyem sambil menyodorkan sepiring penuh lemper yang baru saja matang.

Sambil tersenyum, DWS pun menyambut keramahan warga pedesaan yang mayoritas adalah petani lahan kering itu. Sebelum masuk, dia meminta maaf jika tidak dapat bersalaman dan harus duduk sedikit berjauhan.

Nggih, ning kula badhe ndherek cuci tangan rumiyin, kersanipun aman, (ya, tapi saya mau numpang cuci tangan dahulu, biar aman)” jawab DWS.

Wagiyem tinggal bersama suaminya Sudiman (85) dan keempat anaknya di sebuah rumah permanen memanjang.Dulunya, Sudiman adalah pegawai di Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DI Yogyakarta. Kepada DWS, dia berkisah tentang pekerjaan yang pernah ditanganinya. DWS yang sebelumnya malang melintang sebagai insiyur teknik sipil mengaku mendapatkan kembali kenangannya saat bercengkerama dengan para pekerja proyek di lapangan.

“Ini kok bikin lemper banyak mau ada acara apa?,” tanya DWS dalam bahasa Jawa.

Kediaman Sudiman akan menjadi tempat tuan rumah acara rapat petani kopi se-pedukuhan. Kaliurang Timur memiliki luasan lahan yang cukup memadai dan belum digarap secara maksimal. Saat ini, para penduduk sedang mengembangkan tanaman kopi dan berniat akan menjadikannya komoditas unggulan.

Dan Sudiman adalah salah satu tokoh yang getol mengajak warga bertanam kopi, lada dan berbagai jenis tanaman kayu lainnya.

Selain untuk ketahanan pangan, menurutnya, keasrian lingkungan desa juga merupakan alarm alami bagi warga masyarakat setempat. Pasalnya, tegakan tanaman keras akan menjadi habitat bagi berbagai jenis burung, reptil dan serangga yang keberadaannya telah membantu warga dalam membaca gejala bencana alam letusan Merapi.

“Seperti pedukuhan lain di lereng Merapi, kami juga keras memberlakukan larangan menangkap burung dan satwa liar,” kata Anggara.

DWS mengaku sangat menikmati momen-momen bercengkerama dengan warga seperti pasangan Sudiman dan Wagiyem. Selain dapat merekatkan kekeluargaan dan persaudaraan seperti filosofi dalam ketan, dirinya juga mengaku banyak menimba pengetahuan dari dua warga senior itu.

“Ini menarik, sebagai generasi muda, saya masih banyak harus belajar,” pungkas DWS.

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close