BeritaHeadlineNasionalPolitik

Bawaslu Prediksi Potensi Politik Uang Meningkat Di Pilkada Serentak 2020

BIMATA.ID, Jakarta – Dampak pandemi virus corona (Covid-19) terhadap melemahnya ekonomi masyarakat dapat berpengaruh kepada dinamika Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI memperkirakan, potensi politik uang di pesta demokrasi tahun 2020 bakal lebih tinggi dibandingkan pada beberapa pemilihan sebelumnya. Hal ini mengingat kondisi ekonomi masyarakat Indonesia yang sedang memburuk akibat pandemi (Covid-19).

“Karena kondisi pandemi ini ekonomi kurang baik, maka money politic juga bisa tinggi,” ucap Ketua Bawaslu RI, Abhan, dalam diskusi virtual, dikutip dari katadata[dot]co[dot]id, Kamis (2/7/2020).

Modus politik uang berupa bantuan sosial (Bansos) diperkirakan marak terjadi dalam Pilkada 2020. Ada pula yang berbentuk pemberian bantuan alat kesehatan dan alat pelindung diri (APD).

Sebenarnya, pemberian Bansos, alat kesehatan, maupun APD tersebut sah-sah saja dalam kondisi normal. Hanya saja, bagi-bagi uang jelang Pilkada 2020 akan disertai unsur politis.

“Nantinya dia diminta untuk memilih. Jadi unsurnya (politik uang) terpenuhi karena ada unsur untuk mengajak memilih,” ujar Abhan.

Politik uang dapat menyebabkan timbulnya potensi korupsi dan merusak tatanan demokrasi yang ada saat ini. Selain itu, pelaksanaan Pilkada nantinya tidak lagi berdasarkan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

“Kemudian semakin tingginya biaya politik,” tambah Abhan.

Untuk mengantisipasi politik uang terjadi di Pilkada 2020, maka sudah ada aturan yang melarang, yang tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Sanksi politik uang dalam UU ini bisa berupa pidana maupun administrasi.

“Bawaslu punya kewenangan untuk memproses secara ajudikasi dan sanksi yang paling berat adalah memberikan putusan diskualifikasi,” pungkas Abhan.

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close