BIMATA.ID, Opini — Dinamika kehidupan yang berkedok globalisasi, suka tidak suka, pada akhirnya berbenturan budaya atau tradisi yang pernah berkembang di masyarakat “terpaksa” terpinggirkan. Sebut saja era digital, yang mampu mengubah anak-anak lebih gandrung pada ponsel atau gawai daripada membaca buku. Drakor (drama korea) yang berhasil merasuk ke anak-anak Indonesia. Bahkan tidak sedikit anak-anak Indonesia yang lebih senang disuguhi aksi heroisme kesatria baja hitam daripada satria madangkara. Anak-anak yang kini berubah menjadi lebih individualis daripada bersosial. Globalisasi dan era revolusi industri yang akhirnya mengubah anak-anak dari mentalitas simpatik menjadi antipatif. Bisa jadi ke depan, apa yang dialami anak-anak Indonesia akan berubah menjadi beban peradaban akibat dinamika kehidupan.
Saya pun menyebut. Anak-anak yang tergilas zaman. Akibat hilangnya tradisi membaca buku. Buku yang tertindas oleh gawai atau ponsel. Bahkan tempat-tempat membaca seperti taman bacaan atau rumah baca pun semkain terhimpit eksistensinya. Lalu, siapa yang harus peduli?
Tradisi membaca, bisa jadi kian langka. Akibat tidak adanya akses terhadap buku bacaan untuk anak-anak Indonesia. Sehingga jadi sebab “perginya” minat baca anak-anak. Panorama anak-anak yang sedang membaca buku kian langka, kian sulit ditemui di tempat-tempat umum.
Maka, kembalikan anak-anak Indonesia untuk membaca buku. Karena membaca buku, bukan hanya menambah pengetahuan dan wawasan mereka. Tapi mampu menyelematkan masa depan mereka untuk menjadi lebih baik. Anak-anak yang tidak tergilas zaman. Anak-anak yang mampu “bertahan hidup” sesuai dengan alam pikiran dan potensi yang dimilikinya.
Kenapa anak-anak harus membaca buku? Setidaknya ada 7 (tujuh) manfaat yang diperoleh anak-anak saat membaca buku:
1. Memperkaya pengetahuan dan wawasan. Karena setiap buku berisikan pengetahuan atau wawasan yang dapat memperkaya khasanah keilmuan anak-anak.
2. Mengembangkan imajinasi dan kreativitas. Karena membaca buku mampu memacu daya imajinasi dan kreativitas yang terus bertambah akibat rasa ingin tahu yang lebih tinggi.
3. Menambah rasa percaya diri. Karena membaca buku mampu menambah sikap percaya. Terbatasnya pengetahuan dan wawasan adalah sebab rendahnya sikap percaya diri.
4. Meningkatkan budaya baca. Karena membaca buku bisa jadi budaya anak-anak sehingga memiliki perilaku untuk memanfaatkan waktu luang untuk membaca buku.
5. Menambah kosakata baru. Karena dengan membaca buku, anak-anak akan memperoleh berbagai kosakata baru yang berguna untuk keterampilan komunikasi, baik lisan maupun tulisan.
6. Meningkatkan keterampilan komunikasi. Karena semakin banyak membaca buku dan semakin banyak kosakata yang dikuasai, maka semakin mudah dan terampil dalam komunikasik.
7. Menyelamatkan masa depan anak-anak. Karena anak-anak yang membaca buku akan lebih mampu bersaing dan bekerja Ketika dewasa sehingga mampu mempersiapkan masa dpean lebih baik.
Nah, salah satu upaya untuk menumbuhkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak adalah memperbanyak taman bacaan masyarakat (TBM). Di samping untuk memberikan kemudahan akses bacaan, TBM pun dapat menjadi sarana untuk menumbuhkan perilaku membaca buku anak secara konkret. Bahkan TBM pun mampu menjadi sentra kreativitas dan kegiatan anak-anak yang positif. Sebagai penyeimbang kegiatan main, main gawai, atau hanya menonton TV.
Berbekal siprit itulah, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka yang terletak di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kab. Bogor di Kaki Gunung Salak selalu memberi kesempatan anak-anak usia sekolah untuk membaca buku secara konsisten. Tujuannya agar tidak ada anak-anak usia sekolah yang putus sekolah. Maklum karena tingkat pendidikan di wilayah tersebut 81% hanya SD dan 9% SMP. Setiap Rabu-Jumat-Minggu, sekitar 50 anak-anak TBM Lentera Pustaka secara rutin membaca buku. Kini rata-rata tiap anak mampu “melahap” 5-8 buku per minggu. Sebagai wujud tegaknya gairah membaca buku di kalangan anak-anak. Selain itu, TBM Lentera Pustaka pun selalu menreapkan membaca bersuara, senam literasi, salam literais, dan doa literasi saat memulai aktivitas membaca. Di samping sebulan sekali selalu mengadirkan “tamu dari luar” untuk memberi motivasi dan semangat kepada anak-anak yang membaca buku. Semuanya terangkum dalam model pengembangan taman bacaan yang digagas pendiri TBM Lentera Pustaka, yang disebut “TBM Edutainment”, sebuah model pengembangan taman bacaan berbasis edukasi dan hiburan.
TBM Lentera Pustaka hadir di Desa Sukaluyu untuk meningkatkan perilaku membaca buku anak-anak usia sekolah. Di tengah gempuran era digital, kita perlu seimbangkan aktivitas anak-anak dengan buku bacaan. Selain menambah pengetahuan, memba buku pun dapat menyelamatkan masa depan anak-anak. Agar lebih baik dari kondisi orang tuanya. Bukan malah tergilas oleh peradaban zaman. Maka perbanyaklah membaca buku, jagan terburu-buru untuk menulis. Menulis yang baik adalah setelah membaca buku. Agar tidak kering dan berisi.
Lalu, kenapa anak-anak harus membaca buku menurut Anda?