BIMATA.ID, Jakarta- Menggunakan masker saat berolahraga sudah pasti tidak nyaman. Pertukaran udara tidak semulus ketika tidak menggunakan penutup wajah, bahkan banyak yang mengaitkannya dengan risiko kematian akibat keracunan karbondioksida (CO2).
Pilihan terbaik di tengah pandemi virus Corona COVID-19 yang belum teratasi, bagaimanapun adalah membatasi aktivitas di luar rumah. Ada banyak pilihan olahraga untuk menjaga kebugaran dan imunitas, yang bisa dilakukan di sekitar rumah tanpa harus repot-repot memikirkan bahaya pakai masker.
Tetapi ya namanya bosan, mau bagaimana lagi? Di era ‘new normal’ seperti saat ini, banyak orang mulai memberanikan diri berolahraga di luar rumah. Perlu tidaknya pakai masker, tentu harus mempertimbangkan banyak faktor.
1. Jenis masker
Dalam konteks mencegah penularan virus Corona COVID-19 di tempat umum, fungsi masker adalah mencegah droplet keluar maupun masuk saluran pernapasan. Jenis masker kain sudah cukup untuk kebutuhan ini, asal dibarengi dengan saling menjaga jarak dan rajin cuci tangan.
Ada berbagai jenis masker kain dengan tingkat kerapatan berbeda-beda yang tersedia di pasaran. Makin rapat pori-pori dan lapisan filternya, makin tidak nyaman untuk bernapas. Untuk berolahraga, lebih aman menggunakan jenis masker yang pori-porinya besar agar tidak sesak napas.
Pori-pori besar juga berarti kemampuan filtrasinya lebih buruk. Karenanya, dianjurkan untuk tetap jaga jarak dan sebisa mungkin menjauhi keramaian.
2. Durasi olahraga
Risiko kekurangan oksigen atau hipoksia sebenarnya lebih banyak dialami oleh para tenaga kesehatan yang menggunakan masker seharian penuh saat berada di rumah sakit. Jenis maskernya pun lebih rapat, yakni masker bedah atau bahkan N95.
Gejalanya yang umum dirasakan antara lain sesak, pusing, dan lemas. Jangankan untuk melakukan aktivitas fisik yang berat seperti olahraga, kondisi ini kadang menyulitkan para dokter saat melayani konseling untuk para pasien.
“Namun, tidak semudah itu kondisi ini menjadi hiperkarbia atau hiperkapnia yang mematikan,” kata dr Vito A Damay, SpJP, dokter jantung dari Siloam Hospital.
Dengan durasi lebih singkat dan jenis masker yang lebih longgar, risiko hypercapnia atau meningkatnya karbondioksida dalam darah saat berolahraga seharusnya lebih minimal.
3. Intensitas dan kemampuan fisik
Makin tinggi intensitas olahraga, makin besar kebutuhan oksigen (O2) untuk pernapasan. Adanya masker yang menutupi wajah akan menghambat masuknya oksigen, apalagi saat mulai basah oleh keringat. Ini akan ditandai dengan denyut jantung yang lebih tinggi dari biasanya.
Bagaimana mengatasinya? Untuk jangka pendek, turunkan intensitas menjadi ringan hingga sedang, ditandai dengan masih bisa berbicara sambil olahraga. Untuk kebutuhan menjaga kebugaran, olahraga dengan intensitas terlalu tinggi justru memberikan efek negatif terhadap imunitas.
Untuk jangka panjang, kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan oksigen yang terbatas sebenarnya bisa dilatih. Bahkan, ada masker khusus yang memang dipakai untuk melatih kemampuan tersebut. Tapi itu bukan jenis masker yang biasa dipakai sehari-hari untuk menangkal COVID-19.
“Tidak dianjurkan untuk digunakan tanpa pengawasan dan tujuan yang terukur (dalam latihan),” pesan dr Vito.
4. Kondisi lingkungan
Di tempat terbuka, risiko penularan penyakit sebenarnya relatif lebih kecil dibanding dalam ruangan dengan sirkulasi udara terbatas. Karenanya, melepas masker pada situasi tertentu untuk mengurangi risiko sesak napas, sebenarnya sah-sah saja dilakukan saat olahraga.
“Kalau Anda bisa olahraga di tempat sepi dan tidak ada orang lain, Anda bisa lepas sementara masker itu. Nanti dipakai lagi kalau ada orang dalam radius 2 meter di dekat Anda,” kata dr Vito.
Mengenakan kembali masker saat berpapasan dengan orang lain tidak hanya untuk mencegah penularan. Ini juga sekaligus untuk saling mengingatkan bahwa ancaman COVID-19 belum berakhir, dan pakai masker sebagai bagian dari ‘NEW NORMAL’ perlu menjadi kebiasaan sehari-hari sebagaimana halnya cuci tangan dan jaga jarak.
5. Riwayat kesehatan
Kematian mendadak saat olahraga, terutama pada usia muda, sebenarnya paling banyak disebabkan oleh gangguan jantung. Dengan atau tanpa masker, intensitas yang tinggi saat berolahraga bisa menjadi trigger atau pemicu serangan jantung yang mematikan. Masker, karena membatasi asupan oksigen, bisa meningkatkan risiko tersebut.
Tidak hanya saat olahraga, penggunaan masker yang terlalu rapat dalam keseharian juga perlu diwaspadai pada orang-orang dengan gangguan pernapasan seperti penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) maupun asma. Jika memiliki riwayat sakit jantung, sangat dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter soal penggunaan masker.
Selama pandemi COVID-19, detikers olahraga pakai masker atau tanpa masker? Bagikan alasannya di kolom komentar.
Editor : FID
Sumber Detik.com