Bimata

Fauzi Baadila Ngamuk Sama Fans, Komunitas #SaveJanda Kecewa

BIMATA.ID, Jakarta- Fauzi Baadila dianggap mendiskreditkan para perempuan yang berstatus janda dalam postingannya di media sosial beberapa waktu lalu. Dalam postingannya, Fauzi Baadila melalui akunnya @fauzibaadilla_ menaruh kata janda, sebagai kata teratas yang telah mengganggu hidupnya dengan berbasa-basi dan bergenit-genit ria di pesan pribadinya.

“Tolong untuk para janda2, istri2 orang, ibu2 genit, account2 private..…dengan segala hormat.. gak perlu basa basi dan bergenit-genit ria melalui DM, tolong sadar diri dan tahu diri (lo pikir gue fantasi milik bersama). Harap maklum, terima kasih dan jangan baper…,Apabila masih tetap DM, gue block,”. Demikian tulis Fauzi Baadila.

Sebagai publik figur yang memiliki 417.000 pengikut di akun media sosial, sadar tidak sadar Fauzi dianggap oleh salah satu komunitas #savejanda akan membuat stigma negatif terhadap kata janda. Hal ini tentu memicu kekecewaan para janda. Karena tidak semua janda berprilaku genit dan menggoda.

1. Sangat Memprihatinkan

Sangat memprihatinkan jika seorang publik figur menuliskan kalimat yang justru semakin menguatkan stigma negatif janda. Padahal kata janda hanya sebuah status yang bisa menimpa siapa saja seperti halnya duda.Menurut Myrna Soeryo, Praktisi Humas yang juga pendiri komunitas #SaveJanda seiring dengan suburnya budaya misogini serta sistem sosial patriarki, maka
kata janda cenderung lebih banyak ditempelkan dengan kata-kata yang menimbulkan stigma negatif dibandingkan dengan kata duda.

“Ironis memang. Kata janda telah diperjual belikan sedemikian rupa hanya untuk kepentingan pihak-pihak tertentu tanpa mengindahkan bagaimana pembentukan opini negatif terhadap kata janda. Dan ini terus berlangsung,” kata Myrna, Selasa (16/6/2020).

2. Hanyalah Kata yang Biasa Didengar

Lebih jauh Myrna mengatakan, kata janda genit, janda gatal, janda perebut laki orang, hanyalah sebagian kata-kata yang kerap kita dengar mengenai status janda. Padahal menurut Laporan Tahunan Mahkamah Agung (MA) 2019, terdapat 485.223 janda cerai baru. Hal ini berarti ada 485.223 janda yang bisa mendapat stigma negatif atas status baru mereka sebagai seorang janda.”Hidup sebagai seorang janda tidaklah mudah. Mereka harus mampu tetap menjadi seorang ibu (bila memiliki anak) sekaligus kebanyakan janda juga menjadi tulang punggung keluarga. Mereka harus berjuang untuk dapat menghidupi anak-anak atau keluarga mereka secara layak sambil tetap memberikan pengasuhan yang benar,” tutur Myrna.

“Membebani mereka dengan cap atau cara pandang yang negatif, tentu akan membuat beban moral mereka akan semakin berat dalam menjalani hidup. Hal ini juga tentunya, kelak akan mempengaruhi psikis dari anak-anak mereka. Jadi, sudah siapkah kita melepas stigma negatif terhadap kata janda?” tuturnya.

3. Menurut Politis Isu Pemberdayaan Perempuan

Sementara menurut Firliana Purwanti, seorang politisi pemerhati isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, bahwa para korban perempuan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), 70 persen memilih untuk kembali ke pernikahan toksik mereka dengan alasan ekonomi, anak, termasuk karena takut diberikan label status baru: janda.Dikatakan Firliana banyak janda yang akhirnya memilih untuk disebut dengan julukan orang tua tunggal atau menyembunyikan status barunya, karena takut dipandang oleh masyarakat luas secara negatif. “Sebenarnya sangatlah salah pandangan yang menganggap bahwa janda cerai kurang terhormat daripada janda yang ditinggal meninggal oleh suaminya. Justru para janda cerai harus memberikan apresiasi kepada diri mereka sendiri karena berhasil dan berani keluar dari pernikahan toksik atau pernikahan yang kurang menyenangkan,” kata Firliana.

Editor : FID

Sumber Kapanlagi.com

Exit mobile version