BIMATA.ID, Bantul, – APDESI, Pemerintah Desa Seluruh Indonesia Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menolak pencairan bantuan tunai langsung (BLT) dari dana desa untuk bulan Juli-September 2020. Pasalnya, sisa dana desa tidak cukup.
Penolakan itu disampaikan oleh Ketua Apdesi Bantul Ani Widayani, Kamis (11/6/2020), di Balai Desa Sumbermulyo, Palbapang, Bantul, DIY.
“Hingga hari ini 40 persen dana desa untuk berbagai proyek desa dan 40 persen dialokasikan untuk bantuan sosial berdampak Covid-19. Sisanya tinggal 20 persen,” kata Ani.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/ PMK.07/ 2020 tanggal 19 Mei 2020, keluarga terdampak Covid-19 menerima BLT Rp 600 ribu per bulan selama April-Juni. BLT tahap 1-3 ini dialokasikan dari 40 persen dana desa.
Adapun tiga bulan berikutnya, tahap 4-6 pada Juli – September, bantuan sebesar Rp300 ribu per bulan. Dengan kondisi ini, menurut Ani, sisa 20 persen dana desa tidak mungkin dialokasikan untuk BLT tahap 4-6.
Sebab, kata dia, ada program lain yang tidak dapat dikesampingkan, seperti pengentasan stunting , bantuan rumah tidak layak huni dan MCK, serta program di sektor pendidikan.
“Jika diminta tetap mencairkan BLT dana desa ke 4, 5, dan 6, kami sudah tidak mempunyai anggaran lagi untuk melaksanakan kegiatan wajib lain,” katanya.
Apdesi Bantul sudah melayangkan surat ke Kementerian Keuangan dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Namun jika ketentuan itu tak dapat diubah, Apdesi Bantul mengajukan syarat untuk pencairan BLT dana desa.
“Kami ingin penyusunan data penerima menjadi kewenangan kami tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Kemudian besaran yang diterima kami akan perkecil, tidak lagi Rp300 ribu,” ujarnya.
Menurut Ani, syarat itu wajib dipenuhi karena banyak warga belum menerima bantuan sama sekali. Ironisnya, beberapa warga lain menerima bantuan dua kali. Dengan mengurangi jumlahnya, Ani melihat bantuan akan merata dan meredakan protes dan konflik di masyarakat.
“Sejak bantuan dicairkan, banyak warga yang belum menerima protes dan mengancam pamong desa. Ini sangat meresahkan,” ujar Ani.
Rapat koordinasi dan pernyataan sikap Apdesi Bantul sempat mendapat perhatian dari Kapolres Bantul AKBP Wachyu Tri Budi Sulistiyono. Kapolres Bantul datang ke lokasi rapat karena acara ini dikabarkan menjadi ajang demo penolakan pencairan BLT.
Ketua Apdesi DIY Rustam Fatoni menambahkan, kondisi itu juga dirasakan di desa-desa di Kabupaten Sleman, Kulonprogo, dan Gunungkidul.
“Namun hanya Bantul yang berani vokal. Sebab dikhawatirkan menumbuhkan mental meminta-minta warga. Padahal masih banyak yang belum menerima,” kata dia saat dihubungi.
Menurutnya, bantuan pemerintah selama ini sangat cukup. Apalagi, meski terdampak Covid-19, warga desa tak kekurangan bahan pangan dan tidak mengalami kelaparan.
Pelaksana Tugas Asisten I Sekda Pemkab Bantul Hermawan Setiaji mengapresiasi aspirasi Apdesi Bantul. “Belum padunya data, sehingga banyak warga terdampak tercecer menjadi perhatian dan prioritas kami. Ini sejalan dengan program sapu jagat, BLT APBD, yang diluncurkan,” ujarnya.
Sumber : Gatra