BIMATA.ID, JAKARTA- Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) memperkirakan harga jual gula petani bakal tertekan. Hal ini disebabkan oleh masuknya gula impor yang bersamaan dengan musim giling tebu tahun 2020, “Pada awal Juni 2020, harga gula di tingkat petani sudah turun tajam hanya laku Rp10.800 per kilogram,” ujar Sekretaris Jenderal APTRI Nur Khabsyin di Kudus, Senin (22/6).
Dia menjelaskan, pada awal puasa gula petani mampu dijual di harga Rp12.500 hingga Rp13.000 per kilogram (kg). Saat ini, harga gula kembali turun ke Rp10.300 per kg.
Angka ini jauh di bawah biaya produksi menurut penghitungan APTRI. Biaya pokok produksi (BPP) gula tani tahun 2020 rata-rata sebesar Rp12.772/kg.
Stok gula impor yang terus berdatangan, ditambah produksi gula lokal membuat pasokan melimpah. Sedangkan pedagang enggan membeli gula petani lantaran masih memiliki stok gula impor.
“Kami menilai penurunan harga gula musim giling tahun ini lebih cepat, dibandingkan tahun sebelumnya. Importir menikmati kenaikan harga gula sangat tinggi, sedangkan petani tidak demikian sehingga sangat tidak adil,” ujarnya. Dengan kondisi ini dia memperkirakan harga gula petani akan turun terus sampai batas harga acuan pemerintah Rp9.100/kg, karena musim giling akan terus berlangsung antara empat hingga lima bulan ke depan.
Berdasarkan Permendag Nomor 42/2016 harga acuan gula di tingkat petani sebesar Rp9.100/kg, sementara di tingkat konsumen (HET) sebesar Rp13.000/kg, kemudian tahun 2017 diturunkan menjadi Rp12.500/kg. Menurutnya, patokan harga tersebut tetap berlaku dan tidak mengalami perubahan selama empat tahun. Oleh sebab itu, pihaknya meminta agar harga acuan gula di tingkat petani direvisi karena tak relevan dengan kondisi saat ini “Kami menilai sudah tidak sesuai dengan biaya produksi yang setiap tahun meningkat, termasuk inflasi juga naik setiap tahun,” ujarnya.