BIMATA.ID, JAKARTA- Wali Kota Bogor Bima Arya menyebut ada bias politik dalam pendataan penerima bantuan sosial (bansos) saat pandemi pandemi virus corona (Covid-19).
Menurutnya, bias politik atau kepentingan dalam pendataan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) terjadi di wilayahnya, khususnya jelang penyelenggaraan Pilkada 2020.
“Kemungkinan bias pertama, bias politik atau bias kepentingan. Ketika para kader update data ini, apalagi ketika jelang pilkada, jelang kontestsasi politik, yang turun update sulit kita pisahkan dari bias kepentingan,” kata Bima dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 17/6).
Bima menambahkan, jumlah penerima bantuan yang terdaftar dalam DTKS masih menggunakan data lama.
Politikus PAN itu berkata di Kota Bogor sendiri terdaftar 71.111 orang dalam DTKS yang diintervensi pemerintah lewat empat program yaitu Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
“Ini DTKS masih data tahun lalu. Masih 71 ribu. Belum mencakup miskin baru,” ujarnya. ini masih gunakan data lama, kalau di Bogor DTKS 71.111,” katanya ke Tim Cnnindonesia.com.
Menteri Sosial Juliari Batubara pernah mengatakan perbedaan data penerima bansos terkait penanganan pandemi virus corona terjadi karena dinamika politik.
Menurutnya, desa yang tidak terdata sebagai sasaran penyaluran bansos bisa terjadi karena dinamika politik di daerah.
“Distorsi ini terjadi karena mungkin kita sama-sama tahu, kita sama-sama orang politik, mungkin ada faktor politiknya. Mungkin ada faktor like and dislike antara dinas sosial dengan kepala desa yang memberikan dana,” kata Juliari dalam Rapat Kerja Komisi VIII yang disiarkan langsung akun Youtube DPR RI, Rabu (6/5).