Bimata

Perppu Pilkada Disahkan Jadi UU

BIMATA.ID, JAKARTA- DPR akan memprioritaskan berbagai pembahasan Undang-Undang (UU) pada masa persidangan ke IV Tahun Sidang 2019-2020 ini. Salah satunya yakni pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Anggota KomisI II DPR RI Guspardi Gaus menyampaikan bahwa Komisi II sudah menerima draft Perppu Pilkada yang diteken Presiden Jokowi pada 4 Mei 2020 lalu. Perppu Pilkada tersebut dikeluarkan untuk menggeser waktu penyelenggaran Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah, dari tanggal 23 September menjadi 9 Desember 2020. Penundaan tersebut akibat dari pandemi Covid-19.

Dalam keterangan persnya, Selasa (16/6/2020), politisi Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menjelaskan, sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengesahan Perppu menjadi UU harus mendapatkan persetujuan DPR RI.

“Mekanismenya, Pimpinan DPR akan menanyakan kepada Komisi II, apakah Perppu ini sudah dibahas dan disetujui oleh seluruh fraksi sebelumnya. Apabila sudah disetujui, maka tahap selanjutnya Pimpinan DPR menjadwalkan Perppu tersebut dibawa ke rapat paripurna untuk disetujui menjadi UU,” ucap Guspardi.

Seluruh fraksi di Komisi II DPR RI memahami dan menyetujui penundaan Pilkada Serentak 2020 digelar di tengah pandemi Covid-19 pada 9 Desember 2020. Artinya, seluruh fraksi di Komisi II menyetujui Perppu Pilkada dibawa ke rapat paripurna DPR terdekat untuk disahkan menjadi UU.

“Tidak ada masalah soal Perppu Pilkada ini. Dari rapat-rapat di Komisi II DPR RI, semua fraksi dapat memahami menerima penundaan Pilkada dari 23 September ke 9 Desember 2020,” ujar politisi dapil Sumatera Barat II itu.

Dengan adanya persetujuan Pilkada 2020 ditunda ke 9 Desember yang ditetapkan oleh Perppu tersebut, kata Guspardi, maka pada 15 Juni 2020, KPU sudah memulai berbagai tahapan Pilkada. Baik yang tertunda akibat pandemi maupun tahapan yang belum dilaksanakan. “Sehingga, mulai 15 Juni 2020, sudah dimulai tahapan Pilkada oleh KPU,” ujarnya ke tim suaradewan.com.

Sebelum dimulainya tahapan Pilkada oleh KPU itu, kata Guspardi, Komisi II sudah mengadakan rapat dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, KPU, Bawaslu, DKPP dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, membahas usulan tambahan anggaran Pilkada di tengah pandemi oleh penyelenggara Pilkada.

Usulan kebutuhan tambahan anggaran itu disetujui dalam rapat tersebut. Perinciannya, KPU RI sebesar Rp 4.768.653.968 (Rp.4,7 triliun) dalam tiga tahapan. Tahap pertama Rp 1,02 triliun, tahap kedua Rp 3,29 triliun dan tahap ketiga Rp 0,46 triliun. Bawaslu sebesar Rp 478.923.004.000 (Rp 478,9 miliar), dan DKPP sebesar Rp 39.052.469.000 (Rp 39,05 miliar). Anggaran tersebut bersumber dari APBN dengan memperhatikan kemampuan APBD masing-masing daerah.

Namun pemerintah melalui Menkeu Sri Mulyani baru berkomitmen siap merealisasikan penambahan anggaran tahap pertama sebesar Rp 1,2 triliun dari APBN. Sementara sisa kebutuhan anggaran yang belum terpenuhi akan diputuskan setelah ada rekonsiliasi anggaran antara Kemendagri, Kemenkeu, KPU, Bawaslu, DKPP, dan Gugus Tugas Covid-19, selambat-lambatnya pada 17 Juni 2020.

Ia menyimpulkan bahwa penambahan anggaran ini tidak semuanya berasal dari APBN. Tetapi bisa juga berasal dari APBD, karena masing-masing daerah sudah mengalokasikannya. “Yang jadi permasalahan kondisi Pilkada di tengah Pandemi, karena darurat, di sini ada ruang bagi Komisi II untuk meminta ruang kepada Menkeu agar biasa dianggarkan dari APBN terhadap daerah yang anggarannya butuh penambahan dari APBN,” tutupnya.

Exit mobile version