BeritaBisnisEkonomiNasionalPertanian

New Normal, Agripreneur Jadi Jawaban Untuk Petani

BIMATA.ID, JAKARTA- Gelar ‘pahlawan’ bagi para petani bukanlah sesuatu yang berlebihan. Pangan merupakan kebutuhan primer umat manusia, dan petani memiliki peranan utama dalam penyediaannya.

Benua Asia saja diperkirakan menjadi rumah bagi 4,9 miliar orang pada tahun 2030. Ini akan mengakibatkan peningkatan konsumsi pangan lebih dari dua kali lipat dalam 12 tahun mendatang.

Sementara itu, urbanisasi yang kian tinggi di negara-negara Asia, juga berkontribusi mengurangi pasokan pangan domestik. Untuk itu, dibutuhkanregenerasi petani dengan bekal teknologi dan inovasi sehingga produktivitas pertanian bisa meningkat mengikuti pertumbuhan permintaan pangan yang cepat.

Inovasi selalu menjadi kata kunci dan peran penting dalam penataan masa depan di semua lini. Inovasi mendorong perubahan pola pertanian tradisional menjadi lebih modern juga penting dilakukan. Pertanian masa depan harus kompetitif, menguntungkan, dan menarik, untuk memecahkan stagnasi.

Perubahan paradigma dari pertanian tradisional menuju modern tentu bukan persoalan mudah. Mayoritas petani saat ini berusia lanjut dan bekerja secara tradisional. Maka itu, dibutuhkan pemikiran inovatif ‘out of the box’ dari generasi penerus sektor ini yang mampu mentrasformasikan pertanian untuk lebih maju.

Beberapa alasan menurunnya jumlah petani dan minat bertani pada generasi muda karena petani masih dianggap sebagai pekerjaan, bukan bagian dari aktivitas kewirausahaan. Petani sebagai sebuah pekerjaan tentu tidak menjanjikan keuntungan besar.

Apalagi jika menggarap menggunakan lahan milik orang lain atau upahan dari pemilik tanah. Pemerintah telah berupaya menarik minta generasi muda terjun ke dunia pertanian dan mendekatkan konsep petani dengan kewirausahaan. Kementerian Pertanian (Kementan) menata ulang konsep petani melalui agripreneur. Dalam konsep petani sebagai agripreneur, petani tidak hanya hanya menjadi ‘buruh’, tapi menjadi pemilik usaha tani.

Sebagai agripreneur, petani tidak hanya berkutat di aspek hulu (produksi), namun didorong turut menguasai aspek hilir (pengolahan) sebagai sebuah sistem agribisnis.

Pada saat bersamaan, pandemi Covid-19 secara natural telah menciptakan tatanan baru pada lingkungan sektor pertanian. Tatanan baru atau‘new normal’ itu harus diikuti jika pelaku usaha pertanian ingin tetap bertahan. Tatanan baru dalam kegiatan pertanian menuntut agriprenur melibatkan inovasi dan penerapan teknologi sebagai variabel penting.

Fenomena dalam tatanan baru sektor pertanian saat pandemi ini adalah semakin berkembangnya agriprenuer atau startup pertanian. Startup merupakan sebutan umum untuk usaha rintisan berbasis teknologi dan inovasi. Agripreneur muda juga bertumbuh dan marak berkembang sejak era 2010-an dengan generasi milenial sebagai penggeraknya.

Selama pandemi, startup pertanian banyak yang bergerak dalam pemberdayaan petani, layanan berbasis e-commerce dan jasa distribusi telah berhasil memangkas rantai pemasaran. Misalnya, Tanihub, Sayur Box, Kedai Sayur, dan sejumlah startup lainnya, hadir secara kolektif dan efektif menjembatani kebutuhan petani selaku produsen serta masyarakat selaku konsumen.

Dalam kondisi pandemi, petani mengalami kendala untuk menjual produk mereka karena distribusi terhambat. Sementara itu, masyarakat pun kesulitan mendapatkan produk pangan karena pembatasan aktivitas sosial. Agripreneur hadir sebagai entitas penghubung sehingga kendala yang dialami unit hulu dan unit hilir bisa teratasi.

Peranan penting agripreneur atau startup pertanian ini ditekankan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR.

Mentan mengatakan, pembangunan pertanian ke depan akan semakin mengandalkan para petani muda dengan teknologi digital, terutama sebagai strategi untuk memperkuat produksi dan distribusi. Agripreneur muda yang melek teknologi adalah potensi dan mitra strategis memecahkan kendala distribusi serta lemahnya akses pasar petani selama ini.

Beberapa startup terbukti mampu menyelesaikan permasalahan petani di satu wilayah. Misalnya, petani cabai di Jawa Timur, ada startup yang membuka akses pasar pada perusahaan pengolahan saus.

Ada pula Inacom.id yang membeli kelapa petani di pesisir Sumatera, bahkan sekarang sudah mampu ekspor. Selain itu, terdapat inovasi segar dari para startup yang memfokuskan dalam penyediaan jasa informasi dan data pertanian, pemetaan daerah produksi dan pasar, bahkan pembiayaan bagi petani. Mereka semua anak muda yang kreatif dan mampu berpikir menyelesaikan masalah petani.

Kini generasi milenial telah beradaptasi dengan sangat baik terhadap teknologi. Mereka pun kian sadar bahwa bekerja itu adalah menjadi enterpreneur, dan cita-cita menjadi seorang CEO sebuah startup pertanian adalah modal besar yang harus didukung negara.

Tak pelak saat ini banyak generasi muda tanpa keahlian dan pengetahuan yang mumpuni dari sebuah pendidikan formal pertanian turut masuk ke dalam ekosistem pertanian. Hal yang sangat menarik adalah mereka telah mampu mengombinasi pengetahuan nonpertanian ke dalam ekosistem produksi pertanian.

Ini adalah kesempatan besar bagi negara untuk memacu pertumbuhan dan peran anak muda dalam sektor pertanian. Pertanian kini tumbuh tidak hanya menjadi bagian petani dan mahasiswa pertanian, tapi berkembang seiring kepekaan para generasi milenial dari berbagai kalangan yang membaca peluang ekonomi dunia. Mereka sadar bahwa urusan makan tidak akan pernah berhenti sepanjang kehidupan manusia. Adaptasi teknologi dan cara baru industri pertanian mereka buat menjadi satu ekosistem pertanian baru.

Sungguh startup agritech menjadi sebuah new normal baru sektor pertanian untuk masa depan. Meski pertumbuhan dan pergerakan agripreneurdi Indonesia tergolong tinggi dan efektif, tapi kapasitasnya masih harus terus ditingkatkan. Sebagai sektor yang masih menjadi tulang punggung bagi perekonomian nasional, terutama pedesaan, pertanian membutuhkan lebih banyak lagi kehadiran pengusaha tani muda dan perusahaan pertanian yang peduli pada sektor ini.

Skala intervensi dan ekonomi dari startup ini harus kita dorong makin besar sehingga bisa memberi dampak bagi ekonomi nasional. Pemerintah telah bekerja sama dan memfasilitasi pergerakan petani muda ini antara lain melalui dukungan permodalan. Pemerintah sudah menyiapkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sektor pertanian senilai Rp50 triliun.

Selain itu, inovasi dan teknologi yang dimiliki pemerintah melalui berbagai perguruan tinggi danlembaga penelitian, termasuk Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian, harus semudah mungkin bisa diakses oleh generasi baru pertanian kita.

Menjaga jiwa positif anak muda adalah yang terpenting. Karena mereka masih punya idealisme dan harus terus bermitra dengan semua pihak, termasuk pemerintah, untuk saling mengisi dan memperkuat di sektor pertanian. Kehadiran sejumlah startup pertanian telah memberi warna baru bagi pertanian kita saat ini. Tentu kita harapkan masa depan pertanian Indonesia pun akan semakin cerah. Pandemi Covid-19 menjadi hal tak terhindarkan, namun bagi sektor pertanian menjadi sebuah harapan baru untuk terus berkembang.

Masa depan pangan Indonesia dan dunia kini ada di tangan para agripreneur muda. Inovasi, teknologi, dan adaptasi new normal menjadi strategi penting. Mengutip Mentan Syahrul Yasin Limpo dalam berbagai kesempatan.

“Kita tidak bisa bekerja dengan cara yang lama, kita harus berpikir dan bekerja lebih dari cara lama”. Keyakinan akan kemampuan generasi muda petani kita mengemban peran itu adalah sebuah harapan dan jawabannya.

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close