BIMATA.ID, JAKARTA- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan potensi lapangan kerja di sektor ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) akan terbuka lebar di masa mendatang. Pasalnya, tenaga kerja terampil di bidang ini sangat dibutuhkan dalam percepatan menuju target 23% bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) pada 2025.
“Selain tenaga kerja yang bersentuhan langsung dengan sektor utama seperti pembangkitan, transmisi dan distribusi, tapi juga beroperasinya sektor pendukung, seperti industri trafo, kabel dan sebagainya,” kata Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Mineral (PPSDM) KEBTKE Kementerian ESDM Laode Sulaeman melalui keterangan tertulisnya, Kamis (11/6).
Pertumbuhan industri kabel, sambung Laode, menjadi salah satu contoh berkembang pesatnya serapan tenaga kerja di sektor kelistrikan. Data yang dimiliki oleh Asosiasi Pabrik Kabel Listrik Indonesia (APKABEL), industri tersebut mengalami grafik yang positif dengan pertumbuhan 10-15% pada 2020.
“Sebut saja di Tangerang dengan luas wilayah yang tidak terlalu besar, hampir ada 20 pabrik kabel yang butuh banyak tenaga kerja dan punya omzet besar. Ini baru dari kabel,” tegas Laode.
Hal yang sama juga terjadi pada industri transformator (trafo). Menurutnya, keberadaan industri ini menjadi sokongan penting bagi pengembangan industri hilir ketenagalistrikan. Bahkan Laode mengklaim, industri trafo di Indonesia merupakan salah satu yang terkuat di Asia Tenggara.
“Bayangkan saja program 35.000 MW akan membutuhkan trafo sebesar 33.000 MVA per tahun. Ini industri yang sangat diperlukan,” jelasnya.
Menyinggung serapan tenaga kerja dalam pembangunan 35.000 MW, Direktur Human Capital dan Management PT. PLN (Persero) Syofie Felienty Roekman menyatakan, tenaga kerja yang akan disiapkan oleh PLN adalah yang memiliki keahlian di sektor EBT.
Syofie mengaku saat ini PLN sudah mulai menyiapkan formasi tenaga kerjanya, dengan banyak merekrut tenaga-tenaga spesialisasi energi baru terbarukan.
“Kami sangat terbuka bagi semua anak bangsa yang memiliki kompetensi, punya integritas yang baik untuk bisa memberikan kemampuannya kepada PLN. Untuk bisa membangun PLN lebih baik,” ujar Syofie.
Demi menangkap peluang tersebut, Kementerian ESDM melalui PPSDM KEBTKE telah menyelenggarakan sertifikasi kompetensi, di samping pendidikan vokasi dan pemagangan berbasis komptensi di perusahaan. Tujuannya, menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu berdaya saing dan memiliki kompetensi andal.
Sertifikasi kompetensi sudah diwadahi Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) PPSDM KEBTKE yang berpayung hukum melalui Keputusan Menteri ESDM dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) BPSDM ESDM dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Hingga Desember 2019, LSK PPSDM KEBTKE telah diikuti 3,2 ribu peserta dan LSP BPSDM hingga 287 orang.
“Pembangunan infrsturktur tentu membutuhkan SDM yang memadai. Oleh karena itu, jika kita perhatikan salah satu dari lima fokus pembangunan 2020 – 2024 adalah bagaimana kita membangun SDM,” kata Laode.
Untuk memudahkan keikutsertaan peserta, PPSDM KEBTKE telah menjalin kemitraan penyediaan tempat uji kompetensi dengan perusahaan dan 36 perguruan tinggi di seluruh wilayah Indonesia. Jadi tidak semua tempat uji kompetensi dipusatkan di Ciracas, Jakarta Timur.
Laode pun meyakini serapan tenaga kerja di sektor ketenagalistrikan dan EBTKE akan semakin bervariasi seiring pesatnya pemanfaatan kendaraan listrik, rooftop PV hingga energy storage.