BIMATA.ID, JAKARTA –– Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa mengkritisi lemahnya keamanan siber. Hal ini merespon atas kasus penangkapan aktivis dan peneliti kebijakan publik Ravio Patra oleh Polda Metro Jaya.
Ravio ditangkap karena dugaan telah membuat onar atau provokasi kerusuhan melalui WhatsApp yang dikirimkannya. Padahal beberapa waktu sebelum ditangkap, Ravio melalui akun sosial medianya sudah memberikan keterangan bahwa akun WhatsApp-nya dibobol dan ia sempat kehilangan kendali atasnya.
Sebenarnya soal akun WhatsApp yang diretas itu bukan Ravio saja yang mengalaminya.
“Ditangkapnya Ravio juga menunjukkan satu hal, yaitu keamanan siber seperti omong kosong belaka. Tidak ada yang masuk akal dari dibobolnya sebuah akun yang punya keamanan dua langkah plus sidik jari,” tulis Desmond dalam kolom perspektif di Portal Berita Law Justice, yang dikutip Parlementaria, Sabtu (25/4/2020).
Politisi Partai Gerindra itu menyampaikan, jelas ini bukan perbuatan iseng, pelakunya tentu bukan orang sembarangan. Mereka sepatutnya punya “akses tidak terbatas”.
Menurutnya, dengan kasus Ravio ini sepertinya segala tindakan yang mengatasnamakan keamanan siber oleh negara menjadi terbantahkan dengan sendirinya.
Wajar kalau Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus (Katrok) yang terdiri dari lembaga lembaga seperti SAFEnet, YLNHI LBH Jakarta, LBH Pers, KontraS, AMAR, ICW, Lokataru, AJAR, Amnesty International Indonesia, dan ICJR meyakini bahwa motif penyebaran WhatsAPP keonaran itu adalah plotting untuk menempatkan Ravio sebagai salah satu pihak yang dijebak seolah-olah dia yang mengagitasi untuk membuat kerusuhan.
Selama pandemi Covid-19 ini beberapa orang aktivis memang ditangkap dengan tuduhan penghasutan atau pembuat keonaran di tengah merebaknya virus corona. Sebagai contoh 3 mahasiswa aktivis Aksi Kamisan ditangkap polisi di Malang, Jawa Timur, Minggu (19/4/2020) akhir pekan lalu.
Mereka ditangkap atas dugaan melakukan vandalisme yang menghasut kepanikan masyarakat di tengah pandemi virus Covid-19.
Polisi menyebut ketiganya memiliki motif kekecewaan terhadap sistem kapitalis dengan membuat coretan “Tegalrejo Melawan” di 6 titik di Malang. Ketiganya dijerat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana pasal 14 dan 15, serta pasal 160 KUHP dengan hukuman penjara 10 tahun.
Fitron, Saka dan Fian selama ini aktif mengikuti Aksi Kamisan yang giat menyuarakan hak asasi manusia dengan melakukan aksi diam di depan Balai Kota Malang setiap Kamis sore.
Sumber Parlementaria