Bimata

Politisi Gerindra Sebut Ada Mafia Umrah Rugikan Garuda

BIMATA.ID, JAKARTA — Politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Andre Rosiade menyebut adanya indikasi permainan harga tiket penerbangan untuk ibadah Umrah, yang dilakukan oleh sejumlah oknum tertentu. 

Pernyataan ini menguat setelah Direktur Utama PT. Garuda Indonesia menyampaikan bahwa agen perjalanan yang melayani Haji dan Umrah sempat merasa kesulitan karena tidak dapat memesan tiket langsung. Selama ini pemesanan harus melalui agen perjalanan tertentu yang menjadi perantara dengan Garuda Indonesia. 

“Saya mendengar ada mafia. Dari informasinya, ada mafia dimana pembelian tiket lewat seseorang atau lewat sekelompok orang. Sehingga, ini yang membuat Garuda tidak bisa untung. Padahal, Saudi Airlines atau Lion Air, semua maskapai berebut untuk jalur Umrah ini, karena pasti penuh pulang dan pergi. Ini tolong dievaluasi, kalau ada mafia harus cut off. Harusnya bisa untung disini, kalau tidak berarti memang ada salah kelola, ada permainan,” kata Anggota Komisi VII DPR RI Andre saat mengikuti RDP dengan Direksi PT. Garuda Indonesia, PT. KAI, PT. ASDP, dan PT. Pelni di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (29/4/2020). 

Meski industri penerbangan sekarang ini tengah terpuruk dengan munculnya pandemi Covid-19, Andre melihat Garuda Indonesia masih memiliki prospek yang baik. Terlihat dari pendapatan Kuartal III 2019 lalu, maskapai milik Pemerintah ini masih mencatat revenue sebesar Rp 4,5 triliun atau setara 120 juta dollar AS dari rute domestik. Namun, hal tersebut berbanding terbalik dengan rute internasional yang justru tercatat mengalami penurunan. Untuk itu, dirinya mendesak adanya upaya berbaikan dari jajaran Direksi Garuda Indonesia. 

“Jajaran (Garuda) yang baru terbentuk sekarang ini saya harapkan mampu betul-betul membenahi itu. Kalau memang rute internasional itu tidak menguntungkan, bahkan menjasi beban, itu harusnya dievaluasi. Evaluasi semuanya dan pastikan untung. Rute internasional mungkin untung susah, tapi kurangi kerugian. Sehingga jangan sampai perusahan yang punya prospek ini merugi terus, harus bisa punya prospek yang menguntungkan,” tegas politisi Fraksi Partai Gerindra tersebut.

Menanggapi mafia Umrah, Direktur Utama  Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengklaim tidak ada mafia tersebut di tubuh perusahaan itu. Permasalahan mengenai penjualan tiket melalui agen diakuinya sebagai bagian dari strategi penjualan. 

Namun, tak dapat dipungkiri strategi ini justru menimbulkan kerugian. Pasalnya, saat menjual tiket ke agen tersebut, harga diberikan di bawah cost yang harus dikeluarkan oleh maskapai nasional ini. Sehingga menciptakan kerugiaan untuk penerbangan Umrah. 

“Saya meluruskan di perihal tiket Umrah ini tidak ada mafia. Namun memang strateginya pada waktu itu hanya menjual all sell melalui agen tertentu saja, dan ketika kita menjual ke agen tersebut kita menjual dengan harga yang di bawah harga atau cost kita sehingga kita mengalami kerugian untuk penerbangan Umrah,” ungkap Irfan.

Selain itu, Irfan juga menegaskan dalam bisnis travel Haji dan Umrah saat ini tidak ada yang dirugikan. Bahkan di tengah pandemi Covid-19, seluruh tiket bisa dijadwalkan ulang dan tidak perlu lagi ada uang jaminan yang disimpan. Kendati demikian, pihaknya mengaku dampak terbesar pada masa pandemi Covid-19 adalah saat pemerintah Arab Saudi memutuskan untuk menghentikan layanan umrah. “Ada 10 hari terbang ke Jeddah dan Madinah, berangkat kosong pulang penuh,” imbuhnya. 

Selain permasalahan tersebut, Garuda Indonesia saat ini juga tengah mengalami persoalan keuangan yang cukup sulit. Selain kerugian untuk penerbangan Umrah, masih terdapat utang yang jatuh tempo pada Juni 2020 ini sebesar 500 juta dollar AS. 

Ini semakin diperparah dengan prediksi penurunan jumlah penumpang akan terus terjadi sepanjang Mei 2020, pasca diterbitkannya Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 H sebagai upaya penanggulangan pandemi Covid-19. 

Sebagai upaya mengurangi semakin defisitnya keuangan perusahaan, Garuda dan karyawan sepakat untuk memotong hingga menunda pembayaran gaji. Setidaknya sebanyak 25.000 karyawan Garuda Indonesia Group terdampak penundaan gaji akibat pandemi Covid-19. 

“Kami melakukan efisiensi produksi dan penundaan pembayaran gaji karyawan, direksi, termasuk insentif tahunan dan tunjangan-tunjangan. Tapi, kami tetap committed untuk membayarkan THR meski Menteri BUMN sudah menginstruksikan tidak membayar THR untuk direksi dan komisaris,” jelas Irfan.

Parlementaria

Exit mobile version