Bimata

Pil Pahit Pekerja Itu Bernama PHK dan Tips Agar Survive

Oleh: Syarifudin Yunus (Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK)

BIMATA.ID, Opini- Wabah virus corona, suka tidak suka, jadi wabah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). PHK bagi pekerja menjadi sulit dihindari. Karena perusahaan tidak mampu beroperasi optimal, pemasukan menurun drastis. Ditambah aktivitas ekonomi lesu, pasar sepi, produksi terganggu, bahkan kantor-kantor banyak yang work from home. Jadilah, wabah virus corona sebagai wabah PHK. Hingga kemarin 13 April 2020 saja, setidaknya ada 1,65 juta pekerja yang di-PHK akibat wabah virus corona. Lagi-lagi, di tengah wabah virus corona, pekerja dihadapkan pada realitas yang sulit.

Gelombang PHK di kalangan pekerja bisa jadi belum mencapai puncaknya. Karena wabah virus corona sendiri diprediksi baru akan mencapai puncaknya di Indonesia pada akhir Mei 2020. Itu berarti, kondisi perekonomian akan mengalami puncak kelesuan di masa itu pual. Masalahnya, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan keadaan menjadi normal kembali? Agar para pekerja yang di-PHk dapat bekerja kembali? Inilah “pekerjaan rumah” besar yang harus dipersiapkan pemerintah sejak dini. Upaya recovery semua sektor industri. Agar mampu menyerap tenaga kerja kembali.

Mengapa gelombang PHK belum mencapai puncaknya?
Karena wabah virus corona masih berlanjut. Maka kondisi ekonomi pun belum pulih. Di sisi lain, rentannya sistem perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha/perusahaan pun jadi alasan paling substansial. Selagi virus corona masih mewabah, setidaknya para pekerja berstatus PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu) akan mengalami dampak signifikan. Masih terancam PHK. Karena sistem kerja PKWT, pekerja bersifat sementara atau pekerjaannya berisfat musiman. Pekerjanya tidak tetap dan pekerjaannya belum tentu terus menerus. Sehingga pekerja dibatasi oleh jangka waktu atau masa berlaku kontrak. Maka siapa saja pekerja yang tergolong PKWT? Agar dapat mengantisipasi gelombang PHK bila suatu waktu terjadi, mereka adalah pekerja dengan kondisi seperti ini:
1. Pekerja kontrak berdasarkan jangka waktu. Pekerja dengan kontrak PKWT untuk jangka waktu paling lama 2 tahun, dan dapat diperpanjang sekali paling lama 1 tahun. Lalu dapat diperbaharui sekali lagi untuk jangka waktu paling lama 2 tahun.
2. Pekerja kontrak berdasarkan selesainya pekerjaan. Pekerja dengan kontrak PKWT untuk jangka waktu hingga selesainya pekerjaan tertentu. Bila pekerjaann selesai maka hubungan kerja berakhir secara otomatis.
3. Pekerja harian lepas. Pekerja untuk pekerjaan tertentu yang volume dan waktunya berubah-ubah, yang upahnya dibayar berdasarkan kehadiran.

Pekerja PKWT ini belum termasuk pekerja informal. Yaitu pekerja yang bertanggung jawab atas perseorangan karena tidak berbadan hukum dan hanya berdasarkan atas kesepakatan. Ada jutaan pekerja informal di Indonesia, seperti: driver ojek online, supir pribadi, pedagang kaki lima, pedagang asongan, industri olahan makanan dan minuman, industri kayu dan bahan bangunan, tukang bangunan, tukang jahit, dan sebagainya. Problemnya adalah pekerja PKWT maupun informal, tidak berhak atas uang pesangon bila pengusaha atau perusahaannya tempat bekerja tidak mengatur di dalam peraturan perusahaan. Bila kontrak berakhir, maka tidak ada uang pesangon.

Namun demikian, ancaman PHK pun bisa terjadi pada pekerja tetap atau permanen. Atau biasa disebut pekerja PKWTT (perjanjian kerja waktu tidak tertentu). Mereka ini biasanya pekerja di sektor formal, di perkantoran. Karena pekerjaannya bersifat tetap dan terus-menerus serta tidak dibatasi oleh jangka waktu. Namun akibat wabah virus corona, bisa saja, perusahaannya mengalami penurunan omset atau kinerja perusahaan menurun sehingga laba-nya pun bermasalah. Maka konsekuesnsinya, harus melakukan pengurangan pekerja alias PHK. Dalam kondisi begini, bila terjadi PHK, maka pekerja tetap wajib menerima uang pesangon sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Adapun uang pesangon yang berhak diterima pekerja, meliputi: 1) Uang pesangon sesuai perhitungan masa kerja, 2) Uang penghargaan masa kerja sesuai masa kerja, dan 3) Uang penggantian hak.

Sungguh prihatin, banyak pekerja terpaksa di-PHK akibat wabah virus corona.
Namun buat pekerja yang di-PHk, jauh lebih penting untuk berhati-hati dan mengantisipasi keadaan agar kehidupannya tidak lebih terpuruk. Termasuk bagi pekerja tetap pun harus mempersiapkan diri menghadapi berbagai hal kemungkinan ancaman PHK. Karena bila tidak dipersiapkan, bukan tidak mungkin hidupnya jadi berantakan. Oleh karena itu, ada 6 tips yang harus diperhatikan pekerja yang terkena-PHK adalah sebagai berikut:
1. Tanyakan kepada pengusaha/perusahaan, apa hak pekerja yang diterima akibat PHK?
2. Segera mengurus Kartu Pra Kerja yang disediakan pemerintah, setidaknya untuk mendapatkan bantuan selama tidak bekerja akibat PHK.
3. Hiduplah dengan hemat, jangan boros karena masih ada banyak kebutuhan hidup yang harus dipenuhi saat tidak bekerja. Apalagi bagi yang sudah berkeluarga.
4. Kurangi gaya hidup dan jiwa konsumerisme. Tahan diri dari “nafsu belanja” yang tidak diperlukan.
5. Jaga kondisi psikologis untuk tidak stress dan tetap tenang menjalani hidup. Karena masih ada Allah SWT yang tidak mungkin menyusahkan hamba-Nya. Percayalah, di balik tiap kesulitan pasti ada kemudahan.
6. Tetap ikhtiar dan berdoa agar situaasi pulih kembali dan dapat bekerja lagi.

Ke-enam tips di atas, berguna untuk pekerja yang terkena PHK. Agar tetap “survive” di masa-masa sulit. Patut diingat oleh pekerja yang terkena-PHK. Menganggur bukanlah akhir segalanya. Tidak bekerja atau di-PHK bukan berarti kiamat. Karena nanti atau di tempat lain, masih ada peluang kerja. Bahkan mungkin, jauh lebih baik dan tempat sebelumnya. Maka penting, untuk tetap optimis dan berpikir positif saat terkena PHK. Modal terpenting pekerja yang terkena PHK adalah tetap optimis dalam hidup dan berpikir positif.

Khusus untuk pengusaha atau perusahaan, tentu kondisi wabah virus corona dapat dimaklumi untuk memgambil keputusan memberhentikan pekerjanya atau melakukan PHK. Namun penting diperhatikan, apapun keputusannya harus didasari iktikad baik. Maka bayarkanlah apapun yang menjadi hak pekerja. Jangan abaikan hak pekerja, karena sebentar atau lama, mereka telah berkontribusi terhadap kemakmuran Anda.
Karena faktanya, tidak sedikit, pengusaha atau perusahaan yang culas. Alias tidak mau membayar uang pesangon atau hak pekerja. Dengan berbagai alasan yang dibuatnya.

Nah ke depan, apa yang harus dilakukan?
Ketahuilah, kondisi ekonomi itu bersifat pasang surut. Kadang di atas kadang di bawah. Persisi seperti akibat wabah virus corona ini, ekonomi sedang di bawah. Maka ke depan harus diantisipasi untuk melakukan “pendanaan pesangon atau pensiun”, baik untuk pekerja maupun perusahaan. Agar saat terjadi PHK atau pensiun, pekerja dalam kondisi siap karena memiki tabungan yang sudah dialokasikan. Perusahaan pun siap membayar kewajibannya. Pendanaan pesangon atau pensiun, diantaranya bisa dilakukan melalui program, DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan).

Pekerja maupun perusahaan harus sadar. Untuk menyiapkan pendanaan sejak dini, baik untuk pesangon maupun pensiun. Sehingga saat dibutuhkan, dananya sudah tersedia. Tanpa perlu mengganggu cash flow perusahaan. Sisihkan dana untuk pesangon atau masa pensiun setiap bulan dari sekarang, setelah wabah virus corona ini berakhir. Karena cepat atau lambat, uang pesangon atau uang pensiun pekerja pasti dibayarkan. Tinggal masalahnya, mau dipersiapkan sejak dini atau tidak?

Exit mobile version